Tinggalkan Hidup Enak di Istana, Ini Sosok Mbah Demang Keturunan Raja Bangkalan yang Memilih Jadi Warga Biasa
Dalam pengasingannya, ia berusaha menyembuyikan jati dirinya sebagai bangsawan.
sejarahTinggalkan Hidup Enak di Istana, Ini Sosok Mbah Demang Keturunan Raja Bangkalan yang Memilih Jadi Warga Biasa
Dalam pengasingannya, ia berusaha menyembunyikan jati dirinya sebagai bangsawan.
Sebelum menjadi kabupaten, Bangkalan dulunya berbentuk kerajaan yang dipimpin seorang sultan. Kehidupan bangsawan kerajaan tentu saja jauh lebih enak dibanding kaum pribumi biasa saat itu. Meski demikian, kehidupan nyaman tak menjamin seluruh anggota kerajaan betah tinggal di dalamnya.
Tinggalkan Kemewahan
Pangeran Cokrokusumo, putra ke-25 Sultan Bangkalan II meninggalkan kehidupan serba enak di kerajaan. Ia memilih hidup sangat sederhana berbaur dengan masyarakat biasa.
- Sosok Ki Ageng Pengging Tokoh Babat Alas Surabaya, Dihukum Mati karena Tak Mau Menghadap Raja
- Bawaslu Buka Peluang Usut Kertas Suara Tercoblos ke Dugaan Tindak Pidana
- Kisah Hidup Basrizal Koto, Pengusaha Sukses Asal Pariaman yang Pernah Jadi Kernet Angkot
- Riuh Tawa Sidang MK saat Airlangga Bilang Bungkusan Bansos Tak Ada Warna Kuning, Hakim: Warna Lain Ada?
- Danamon Syariah Travel Fair 2024 Hadir, Kesempatan Pergi Haji Lebih Cepat Bisa Dengan Mudah Didapat!
- Tengah Malam, Puluhan Pejabat Pemkab Nagan Raya Diganti
Alasan Tinggalkan Istana
Pada zaman itu sering terjadi pertikaian dan peperangan antar kelompok atau kerajaan akibat taktik adu domba yang dilakukan pemerintah Belanda.
Mengutip situs rodovid.org, Pangeran Cokrokusumo beranggapan bahwa memenuhi permintaan Pemerintah Hindia Belanda sama dengan menciptakan penderitaan bagi sanak keluarganya.
Di sisi lain, Pangeran Cokrokusumo sadar cepat atau lambat ia akan menerima giliran memimpin barisan Madura untuk melawan sesama bangsa pribumi.
Menolak tugas sama saja melawan pemerintah Hindia Belanda. Hal itu tentu saja akan berakibat buruk baginya.
Atas dasar itulah, akhirnya Pangeran Cokrokusumo memutuskan meninggalkan Bangkalan membawa istri, anak-anak dan kerabat dekatnya.
Selain menghindari tugas dari Pemerintah Hindia Belanda, Pangeran Cokrokusumo juga bercita-cita agar kelak, anak-anak dan keturunannya hidup damai dan sejahtera.
Perjalanan
Pada tahun 1845, rombongan Pangeran Cokrokusumo berangkat dari istana Kesultanan Bangkalan dengan menyeberangi selat Madura dan mendarat di pantai Gresik.
Selanjutnya, mereka melanjutkan perjalanan menuju sebuah perguruan (pesantren) Dosermo melalui Surabaya dan Wonokromo.
Sembunyikan Identitas
Selama perjalanan, rombongan Pangeran Cokrokusumo berusaha menyembunyikan jati diri sebagai bangsawan. Mereka mengubah nama dan identitas lainnya. Pangeran Cokrokusumo mengubah namanya menjadi Kyai Mendhung.
Pangeran CokrokusumoMakam
Mengutip situs p2k.stekom.ac.id, Pangeran Cokrokusumo atau Mbah Mendhung meninggal pada tahun 1843. Jasadnya dimakamkan di Dusun Kaliboto, Desa Jatialun-alun, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo.
Masyarakat setempat menyebut makam tersebut dengan sebutan makam Mbah Demang. Hingga kini, makam tersebut dikeramatkan dan dirawat oleh penduduk desa karena sosok Mbah Demang dianggap sesepuh desa.