Perkembangan Ekosistem Esports di Indonesia Tak Sementereng Pixel Game
Merdeka.com - Perkembangan industri game atau biasa disebut olahraga elektronik atau eSports di Indonesia menjadi perhatian Pemerintah. Pemerintah memandang eSports sebagai sektor industri baru dalam era digital.
Esports mulai berkembang signifikan ketika warung internet (warnet) mulai menjamur. Dari game PC dan konsol, kemudian merambah ranah mobile dengan perkembangan pemain serta fans yang jauh lebih pesat.
Seiring dengan kemajuan teknologi, game yang tadinya hanya dimainkan secara personal berkembang menjadi kompetisi. Saking banyaknya peminat eSports, Asian Games resmi dijadikan salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan sejak tahun 2018.
Bermain game yang dahulu dipandang sebagai kegiatan anak-anak, kini bertransformasi menjadi bisnis bernilai jual tinggi. Bahkan mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Berdasarkan statistik, menurut Andi Suryanto, CEO Lyto Game, jumlah pemain game di Indonesia sekitar 50 hingga 60 juta jiwa sampai tahun 2019.
"Banyaknya orang yang memiliki kesamaan hobi dalam game akan membentuk komunitas. Tentunya dengan komunitas yang banyak, mereka yang ingin lebih profesional sebagai pemain esports akan semakin banyak. Namun, saat ini belum banyak yang terjun sebagai professional player," ujar Andi di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Industri eSports mampu memikat pihak sponsor sebagai ladang promosi dan investasi. Mereka berlomba-lomba menggelar turnamen esports dengan menggaet game publisher, penyelenggara, 'penggila' eSports dan tentunya pemain.
"Esports bukan lagi sekadar hobi, tetapi sudah menjadi industri profesional yang harus dikelola secara profesional pula," ujar Giring Ganesha, Bos IESPL (Indonesia ESports Premiere League).
Indonesia punya tim esports kaliber internasional seperti Evos Esports, RRQ atau Rex Regum Qeon, BOOM ID, Bigetron Esports, Aerowolf, PG. Barracx dan ONIC Esports.
Berdasarkan Newzoo, Indonesia merupakan salah satu pasar video game terbesar Asia Pasifik dengan angka USD 941 juta atau sekitar Rp 13 triliun.
Masalah Pemain Esports
Ternyata para pemain esports tersebut belum benar-benar dapat menikmati 'profesi' itu sebagai sebuah industri matang. Banyak hal yang harus dihadapi mereka, mulai dari tak dibayar, menunggu hadiah yang berlarut-larut hingga berhadapan dengan hukum.
Salah satu penyebabnya, tidak adanya regulasi atau peraturan maksimal seperti jangka waktu pemberian hadiah.
"Ketika mengalami masalah tersebut, kami bingung mau mengadu ke mana, untuk menghadapi masalah hukum, misalnya. Meski akhirnya bisa selesai setelah dibantu Kominfo dan KONI," ujar Giring.
Menurut Giring, esports sebelumnya tidak ada haluan dan pakem padahal industrinya berjalan begitu kencang dengan cahayanya begitu terang
"Esports jangan sampai menjadi industri yang mengalami efek bubbles atau gelembung ekonomi," ujar Giring.
Sementara itu menurut Jonathan Liandi atau yang punya nama in-game Emperor mengungkapkan, dirinya menggarisbawahi pandangan banyak orang yang menilai esports ini permainan anak kecil dan menghabiskan waktu.
"Itu yang saya rasakan, kemungkinan besar karena zaman yang berbeda," jelas Jo, panggilan akrab Jonathan.
FEI
Berangkat dari berbagai permasalahan yang dirasakan para pemain dan orang yang terlibat di esport, Giring bersama sekitar 10 orang lainnya perwakilan dari team owner, event organizer, cybercafe, professional players, dan esports enthusiasts mendirikan Federasi Esports Indonesia (FEI). FEI menaungi ekosistem yang terlibat di esport seperti pemain, tim caster, EO hingga publisher game.
"Jadi, FEI dapat menjadi badan yang menaungi semua pihak dan menjadi tempat para pelakunya mengadu, baik caster, media, pemain, tim esports, event organizer, MC," ujar Giring yang ditunjuk sebagai Presiden FEI.
Salah satu founder FEI, Adrian Paulin mengatakan fokus FEI salah satunya membuat standar untuk kompetisi termasuk penyelenggaraannya. Agar mampu menjadi solusi bagi masalah pemain esports yang tersebut di atas.
"Federasi Esports Indonesia hadir menjawab permasalahan para pelaku esports khususnya di level paling bawah, yaitu player, caster, media. Mereka sejauh ini belum ada yang menaungi," jelas dia.
"Bagi saya, FEI diharapkan bisa punya banyak manfaat. Harapan besar untuk FEI, sehingga orang-orang dan pelaku yang ada di dalam esports bisa menjadi sejahtera dan FEI bisa menjaga marwahnya," tambah Adrian.
Ketua Pokja Esports KONI, Liliana Sugiharto mendukung lahirnya FEI agar mampu membuat mapan ekosistem esports di Indonesia.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penggemar game di Indonesia ditaksir mencapai 65 juta orang
Baca SelengkapnyaKesuksesan kolaborasi ini mendorong pihaknya berkomitmen untuk menghadirkan rangkaian program berbasis aktivasi offline untuk menjangkau audiens mahasiswa.
Baca SelengkapnyaAplikasi Pintu sendiri hingga Maret 2024 telah diunduh oleh 7 juta pengguna dan memiliki anggota komunitas di berbagai platform yang mencapai 1 juta anggota.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah bergerak memberantas para pengelola judi online yang sampai saat ini beroperasi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMantan Pemain Timnas Indonesia Banting Setir Jadi Pembudidaya Ikan, Ajak Masyarakat Sukses Bersama
Baca SelengkapnyaSaat ini, tercatat ada 99,8 juta pengguna TikTok di Tanah.
Baca SelengkapnyaJika permainan di belakang ini dibiarkan saja, maka nantinya berdampak krisis pangan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaNilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai USD 146 miliar pada tahun 2025. Angka tersebut menjadi yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Baca SelengkapnyaAsosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis hasil survey internet Indonesia 2024.
Baca Selengkapnya