Merdeka.com - Jutaan perempuan dan gadis remaja di seluruh dunia telah kehilangan akses mendapatkan alat kontrasepsi dan layanan aborsi karena pandemi virus corona, demikian diperingatkan kelompok bantuan internasional.
Di 37 negara, hampir 2 juta perempuan mendapatkan layanan kontrasepsi antara Januari dan Juni dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kata Marie Stopes International (MSI) dalam laporan baru pada Rabu. India, dengan lockdown yang berlangsung selama berbulan-bulan menjadi negara terparah, dengan 1,3 juta perempuan terdampak.
Organisasi tersebut memperkirakan ada 900.000 kehamilan yang tidak diinginkan di seluruh dunia sebagai akibatnya, bersama dengan 1,5 juta aborsi tidak aman dan lebih dari 3.000 kasus kematian ibu.
"Pandemi ini telah membebani layanan perawatan kesehatan di seluruh dunia, tetapi perawatan kesehatan seksual dan reproduksi di bawah prioritas sehingga sekali lagi perempuan menanggung beban bencana global ini," jelas Direktur Layanan Klinis Program MSI India, Dr Rashmi Ardey dalam sebuah pernyataan, dilansir Aljazeera, Jumat (21/8).
WHO menyampaikan, dua pertiga dari 103 negara yang disurvei antara pertengahan Mei dan awal Juli melaporkan gangguan pada layanan keluarga berencana dan kontrasepsi. Dana Kependudukan PBB memperingatkan ada 7 juta kehamilan yang tidak diinginkan di seluruh dunia.
Lockdown, pembatasan perjalanan, gangguan rantai pasokan, peralihan besar sumber daya kesehatan untuk memerangi Covid-19 dan ketakutan akan infeksi terus menghalangi banyak perempuan dan gadis remaja mendapatkan perlindungan dan perawatan reproduksi.
Beberapa negara tidak menganggap penting layanan kesehatan seksual dan reproduksi saat lockdown, yang berarti perempuan dan anak gadis remaja diabaikan.
India mendaftarkan aborsi sebagai layanan penting saat lockdown tetapi banyak yang tidak menyadarinya, kata Dr Shewetangi Shinde, yang merupakan bagian dari organisasi Advokat Remaja Aborsi Aman India, kepada kantor berita The Associated Press.
Shinde mengatakan, di kota besar India di Mumbai, seorang perempuan tidak dapat mengakses alat tes kehamilan setelah lockdown dimulai pada Maret, dan kemudian tidak dapat menemukan transportasi untuk menuju rumah sakit umum. Saat itu, aborsi medis bukan merupakan pilihan karena kehamilan yang sudah terlalu lanjut.
Pandemi telah menyoroti betapa sulitnya bagi banyak perempuan untuk mengakses layanan aborsi dengan aman, kata Dr Suchitra Dalvie, seorang ginekolog di Mumbai dan koordinator Asia Safe Abortion Partnership.
Di Afrika, lonjakan kehamilan remaja dilaporkan di Kenya, sementara beberapa perempuan muda di daerah kumuh Kibera Nairobi terpaksa menggunakan pecahan kaca, tongkat, dan pena untuk mencoba menggugurkan kehamilan, kata Diana Kihima dari Women Promotion Center, Dua meninggal karena luka-luka mereka, sementara beberapa tidak bisa hamil lagi.
International Planned Parenthood Federation mengatakan, di beberapa bagian Afrika Barat, penyediaan beberapa alat kontrasepsi turun hampir 50 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
MSI memperingatkan bahwa angka perempuan yang terkena dampak secara global kemungkinan bertambah jika pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan di tempat lain di Amerika Latin, Afrika dan Asia diabaikan.
Sementara itu, tenaga kesehatan perempuan telah berebut untuk mencari solusi seperti telemedicine, kontrasepsi melahirkan di rumah dan aborsi medis di rumah.
"Di banyak negara, efek terburuk Covid-19 belum muncul dan di negara lain gelombang kedua sudah di depan mata, tetapi ada peluang untuk memanfaatkan ini sebagai momen katalitik untuk mengubah layanan dan membuat kehidupan perempuan lebih baik di masa depan daripada hari ini, " jelas Kepala Eksekutif MSI, Simon Cooke.
Baca Selanjutnya: 7 Juta Kehamilan Tak Diinginkan...
(mdk/pan)
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami