Merdeka.com - Ketika serpihan peluru mengenai mata seorang perempuan Hong Kong sewaktu pengunjuk rasa bentrok dengan polisi, pemerintah China segera merespons peristiwa itu: Stasiun televisi pemerintah melaporkan perempuan itu luka bukan karena dihajar seorang polisi, tapi oleh pengunjuk rasa.
Tak hanya sampai di situ. Media China juga mengunggah foto seorang perempuan sedang menghitung uang tunai di pinggir jalan dan mengatakan para pendemo membayar provokator.
Dikutip dari laman the New York Times, Rabu (14/8), pemberitaan itu lebih dari sekadar pelintiran atau berita hoaks. Partai Komunis China punya kekuasaan mengontrol pemberitaan media di seantero China dan kini mereka melancarkan perang informasi terhadap para demonstran Hong Kong.
Dalam beberapa hari belakangan ini China lebih agresif menanggapi sentimen anti-Barat melalui media pemerintah dan media sosial dan mereka memanipulasi konteks sebuah foto dan video untuk menyerang balik demonstran. Para pejabat China sudah menyebut tindakan para demonstran adalah terorisme.
Alhasil, baik di daratan China dan luar negeri, ada dua versi pemberitaan. Yang terlihat di Hong Kong adalah benar-benar gerakan demonstrasi. Tapi di China, sekelompok kecil pengunjuk rasa melakukan kekerasan, tanpa dukungan warga setempat, dan dipicu oleh intelijen asing, mereka menyerukan kemerdekaan Hong Kong dan ingin menghancurkan China.
Narasi ini kurang lebih menggambarkan bagaimana pemimpin China, termasuk Presiden Xi Jinping, mengobarkan kesalahpahaman, membakar kemarahan publik China.
Warga Negeri Tirai Bambu yang memakai Weibo, media sosial China semacam Twitter, menyerukan Beijing untuk bertindak.
"Memukuli mereka dengan alat pemukul kertas tidaklah cukup," kata seorang pengguna. "Mereka harus dipukuli sampai mati. Kirim saja beberapa tank untuk membersihkan mereka."
China kerap menerapkan sensor dengan cepat untuk menghapus komentar negatif namun banyaknya komentar serupa yang dibiarkan berarti pemerintah memberi toleransi terhadap komentar-komentar itu.
China selama ini selalu mengatur apa yang boleh dibaca dan dilihat warganya. Tindakan ini mengingatkan orang pada strategi serupa yang dipakai negara lain, misalnya Rusia.
"Propagandis saling mengamati satu sama lain dan mereka saling belajar," ujar Peter Pomerantsev, penulis buku 'This is Not Propaganda', buku anyar yang memperlihatkan pemerintah otoriter memanfaatkan media sosial untuk kepentingan mereka.
Penyebaran berita hoaks itu jelas bertujuan untuk melemahkan simpati terhadap demonstran Hong Kong yang kini menuntut kebebasan demokrasi bagi tujuh juta warga mereka.
Ketika awal mula demonstrasi di Hong Kong pecah Juni lalu, media pemerintah China dan para pejabat mereka tak mengindahkan peristiwa itu.
Namun semua itu berubah pada 1 Juli ketika demonstran Hong Kong merangsek ke gedung parlemen. Sejumlah pemberitaan di media pemerintah China mengecam peristiwa itu tanpa menjelaskan apa yang diprotes oleh pengunjuk rasa.
Sejak itu media pemerintah China selalu membela polisi Hong Kong, mengecam demonstran dan menuding negara Barat sebagai dalang di balik kerusuhan.
(mdk/pan)
Jackie Chan Dukung Pemerintah China dalam Demo Hong Kong
Pasca Demo Rusuh, Bandara Hong Kong Kembali Dibuka
PENYELAM INI CATAT REKOR DUNIA MENYELAM TANPA TABUNG OKSIGEN
Demonstrasi Masih Berlanjut, Pemerintah Imbau WNI Tunda Perjalanan ke Hong Kong
Kronologi Demo Hong Kong, dari Jalanan ke Gedung Parlemen Sampai Lumpuhkan Bandara
Dua Hari Berturut-turut Bandara Hong Kong Batalkan Semua Jadwal Penerbangan
Raut Gelisah Ribuan Penumpang Terlantar di Bandara Hong Kong
Dampak Demo Hong Kong di Bandara, Tim Renang DKI Tak Bisa Pulang
Tim Renang DKI Sempat Tertahan di Bandara Hong Kong Karena Ada Demo
12 Remaja di Pekanbaru Diciduk saat Pesta Narkoba Dalam Kamar Hotel
Rupiah Diprediksi Tertekan di 2021
2 Bus Transjakarta Tabrakan di Halte Kantor Wali Kota Jakarta Timur
NasDem Persilakan Koruptor Daftar Calon Kepala Daerah, Tapi Tidak Pasti Diusung
Cara Membuat Bumbu Rujak Manis yang Legit dan Gurih Pedas
BNN Tangkap Tukang Becak di Medan Simpan Puluhan Kilogram Sabu
Kejar Target Penerimaan Pajak, Pemerintah Diminta Buat Kebijakan yang Jelas
Bambang Widjojanto Harap Pemangkasan Jumlah TGUPP Tak Bersifat Politis
Moeldoko: Polri Kesulitan Ungkap Kasus Novel Baswedan
Jelang Pendaftaran Pilkada Solo, Gibran Gencar Blusukan
Sebelum Dibunuh, Siswi SMA Hamil 4 Bulan di Nias Sempat Melawan Pelaku
VIDEO: Menengok Ruang Baca di Stasiun MRT Jakarta
Ketua DPRD DKI Minta Anggota TGUPP Rangkap Jabatan Kembalikan Gaji
Pemerintah Mulai Uji Coba Kartu Pra Kerja di Jakarta dan Bandung
PKS Setuju Badan Antikorupsi Masuk UUD 1945
Kemendag dan Bukalapak Kerjasama Dorong 1.000 UKM Bisa Ekspor
Bocah 12 Tahun di Kalteng Sempat Disodomi Sebelum Dipenggal, Polisi Tangkap Pelaku
Bos Bukalapak Sebut Penerapan Aturan E-Commerce Butuh Waktu 2 Tahun
Mencari Keadilan, Keluarga Mahasiswa Tewas Saat Demo di Kendari Ngadu ke DPR
Selundupkan Harley Davidson, Eks Dirut Garuda Indonesia Bisa Dipidana
Warga Pasar Minggu Keluhkan Lokasi Pembuangan Sampah
Keseruan Batman Run Series 2019, Bagian dari Batman 80th Anniversary
Airlangga Tunjuk Bamsoet Jadi Wakil Ketum Golkar
Rian Ernest Deklarasi Maju Pilkada Kota Batam Lewat Jalur Independen
5 Potret Mesra Iis Dahlia dan Suami di Usia Pernikahan 18 Tahun
Korban Ledakan di Monas Masih Dirawat di RSPAD
Sri Mulyani Revisi Aturan Perjalanan Dinas PNS, Ini Rinciannya
Natal dan Tahun Baru Lalin di Perlintasan KA Purwosari Dialihkan Cegah Kemacetan