Terancam Gulung Tikar, Pengusaha Tahu & Tempe di Lebak Keluhkan Ini ke Presiden

Merdeka.com - Para pengusaha tahu dan tempe di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, belum lama ini mengeluhkan terkait tingginya harga kedelai di pasaran.
Dalam kesempatan itu, mereka meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar membantu subsidi harga kedelai yang melonjak di pasaran, mengingat saat ini harga kedelai mencapai Rp 465.000 per 50 kilogram.
"Kita sejak sepekan terakhir ini mengeluhkan, karena harga kedelai melonjak dari Rp 370 ribu kini menjadi Rp 465 ribu per 50 kg," kata Mad Soleh, selaku Ketua Paguyuban Perajin Tahu Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, di Lebak, Sabtu (2/1/2020) seperti melansir dari ANTARA.
Mad Soleh menyebutkan, peningkatan harga secara signifikan tersebut dikhawatirkan akan membuat kalangan pengusaha gulung tikar.
Risiko Penolakan dari Konsumen
ELDOM
Tingginya harga jual kedelai nantinya akan berimbas terhadap penolakan di kalangan konsumen, yang memprotes harga satuan tahu kemasan berisi 10 yang dijual Rp10 ribu. Karena itu, para pengusaha olahan kedelai tersebut berharap agar Presiden Jokowi segera memerintahkan Kementerian Perdagangan untuk memberikan bantuan subsidi kedelai.
"Kami minta kedelai bisa kembali bersubsidi sehingga dapat membantu ekonomi masyarakat juga menyerap lapangan pekerjaan, karena dahulu pemerintah pernah memberikan subsidi kepada perajin tahu dan tempe," katanya mengeluhkan.
Sebelumnya diketahui jika para pengrajin tahu dan tempe sempat melakukan mogok sejak 1 hingga 3 Januari 2020 kemarin. Aksi tersebut ungkap Mad Soleh merupakan bentuk intervensi agar pemerintah memberikan subsidi kedelai.
Produksi Terancam Terhenti
Para pengusaha juga menyebut jika harga kedelai impor tidak dikendalikan maka akan berdampak terhadap perajin tahu, di mana sebanyak 35 unit usaha akan menghentikan produksinya.
"Kami berharap harga kedelai kembali stabil atau dibantu subsidi," katanya menjelaskan.
Seperti diketahui, saat ini harga kedelai di pasar dunia terus bergerak naik sehubungan ketatnya persaingan impor kedelai antara Amerika dengan China.
Hal tersebut turut diamini oleh Suhali, seorang perajin tempe di Rangkasbitung Kabupaten Lebak. Ia mengeluhkan terkait melonjaknya harga kedelai di pasaran dari yang semula Rp7.500, kini menjadi Rp9.500/kilogram.
Kenaikan harga kedelai tersebut akan membuat produksi berkurang dan berdampak terhadap pendapatan dari para pengusaha. Suhali menyebut jika pendapatan dari penjualan tempe hanya cukup memenuhi kebutuhan makan keluarganya.
"Kami minta harga kedelai kembali normal, sehingga perajin tetap eksis memproduksi tempe sebagai ladang mata pencarian," katanya.
Mensiasati Produk hingga Biaya Bahan Baku
Ia menambahkan jika para pengusaha tempe tradisional di Rangkasbitung belum berani menaikkan harga karena khawatir ditinggal pembeli. Mereka pun menyiasati biaya produksi dengan memperkecil ukuran tempe agar bisa dijual dengan harga normal yakni Rp 1.000 per tempenya.
"Kami serba bingung jika harga satuan tempe dinaikan dipastikan langganan tetap keberatan," ujarnya.
Lain Suhali, lain pula Adhari yang juga seorang perajin tempe asal Rangkasbitung yang mengaku mendapatkan kedelai dari pedagang ecer di Pasar Rangkasbitung.
Untuk saat ini, di wilayah Lebak tidak terdapat lembaga usaha seperti koperasi maupun asosiasi yang bisa melindungi harga kedelai, sehingga para pengusaha tempe maupun tahu mendapatkan kedelai langsung dari pengecer dengan harga yang relatif tinggi.
"Kami berharap pemerintah dapat melindungi para perajin tempe dengan memberikan subsidi harga murah dan terjangkau," katanya.
Baca Selanjutnya: Risiko Penolakan dari Konsumen...
(mdk/nrd)
Banyak orang hebat di sekitar kita. Kisah mereka layak dibagikan agar jadi inspirasi bagi semua. Yuk daftarkan mereka sebagai Sosok Merdeka!
Daftarkan
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami