Merdeka.com - Museum Tumurun adalah sebuah museum seni yang berada di Kota Solo. Museum yang beralamat di Jalan Kebangkitan Nasional No.2 Sriwedari, Laweyan, Solo itu merupakan museum milik Iwan Kurniawan Lukminto, anak dari HM Lukminto, pendiri perusahaan tekstil Asia, PT Sritex.
Dilansir dari Brilio.net pada Rabu (20/11/2019), Iwan mendirikan museum ini sebagai bentuk dedikasi pada ayahnya yang juga seorang kolektor dan penikmat karya seni.
Karena milik pribadi, museum ini tidak bisa diakses setiap hari dan sembarangan, lho. Pengunjung yang hendak melihat koleksi di Tumurun harus mendaftarkan diri dan rombongannya terlebih dahulu. Penasaran bagaimana potret museum unik ini? Ini dia potretnya.
Menurut Sofyan Prasetyo, pemandu wisata di Museum Tumurun, nama tumurun yang melekat pada museum ini berasal dari kata turun temurun.
Sofyan bercerita, inspirasi awal pembangunan museum ini pada awalnya waktu HM Lukminto punya mobil Mercy pertama. Setelah dia meninggal, koleksi dari ayah dari Iwan Kurniawan itu tidak ada yang merawat. Oleh karena itu dibangunlah tempat yang besar untuk menampung semua koleksi HM Lukminto.
Dilansir Brilio.net pada Rabu (20/11/2019), gedung Museum Tumurun terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berisi koleksi temporary art, sedangkan lantai kedua berisi modern art. Walau begitu akses wisatawan hanya dibatasi pada lantai 1 saja.
Menurut Sofyan, lantai dua tidak bisa dikunjungi wisatawan karena berisi lukisan-lukisan tua yang memiliki nilai seni yang tinggi. Oleh karena itu, lukisan yang bernilai tinggi itu harus dijaga baik-baik.
"Lantai dua itu memang lukisan-lukisan yang usianya sudah sangat tua dan kita sangat menjaga sekali. Kita belum membukanya untuk umum," ujar Sofyan pada Rabu (20/11/2019).
Dilansir dari Surakarta.go.id lantai atas berisi karya-karya masterpiece para seniman Indonesia dan mancanegara di antaranya milik Mochtar Apin, Henk Ngatung, Arie Smit, Antonio Blanco, Ahmad Sadali, Affandi, dan Lee Mang Ho.
Selain itu di lantai atas pula ada karya seni yang lahir dari tangan Emil Rizek, But Muchtar, Srihadi Soedarsono, Hendra Gunawan, dan S. Sudjojono. Ada pula karya H. Widayat, Rudolf Bonnet, Walter Spies, Williem Gerrard Hofker, Sudjana Kerton, Basoeki Abdullah, dan Raden Saleh.
Sementara itu lantai bawah menjadi tempatnya karya kontemporer yang Instagramable. Di sana ada karya Kei Imazu, Sinta Tantra, Eko Nugroho, Entang Wiharso, dan Heri Dono. Selain itu di sini pula ada karya Rudi Mantofani, Mochtar Sarman, Eddie Hara, Eddy Susanto, Handiwirman Saputra, dan Syaiful Garibaldi.
Menurut pemilik museum Iwan Kurniawan Lukminto, Museum Tumurun masih bersifat privat. Hal ini dikarenakan secara infrastruktur tempat itu belum bisa dibuka untuk publik. Bila ada masyarakat yang ingin mengunjungi museum itu, bisa menghubungi pihak pengelola museum terlebih dahulu.
Dilansir dari Brilio.net, wisatawan yang ingin mengunjungi museum tersebut tidak dipungut biaya. Namun mereka harus memberi informasi kepada pengelola museum jauh-jauh hari.
"Wisatawan harus reservasi tujuh hari sebelum hari kunjungan lewat website Tumurun Private Museum," ujar Sofyan.
Baca Selanjutnya: Museum Keluarga...
(mdk/shr)
Banyak orang hebat di sekitar kita. Kisah mereka layak dibagikan agar jadi inspirasi bagi semua. Yuk daftarkan mereka sebagai Sosok Merdeka!
Daftarkan
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami