Kini Sukses di Tanah Rantau, Begini Kisah Transmigran Asal Kebumen yang Tinggal di Sulbar
Hidup di lokasi transmigrasi memang berat, tapi Pak Tumiran membuktikan bahwa ia bisa hidup sejahtera asal mau bekerja keras
kisah inspiratifKini Sukses di Tanah Rantau, Begini Kisah Transmigran Asal Kebumen yang Tinggal di Sulbar
Hidup di lokasi transmigrasi memang berat, tapi Pak Tumiran membuktikan bahwa ia bisa hidup sejahtera asal mau bekerja keras
Pak Tumiran merupakan pria asal Kebumen yang bertransmigrasi ke Provinsi Sulawesi Barat. Ia melakukan transmigrasi pada tahun 2017. Kini segala jerih payah yang ia lakukan di tanah rantau telah banyak membuahkan hasil.
Saat pertama kali ikut program transmigrasi tahun 2017, Pak Tumiran diberi fasilitas berupa rumah seluas 6x6 meter dan dua lahan usaha yang masing-masing seluas 1 hektare.
Rumah yang didapatkan Pak Tumiran memiliki satu ruang tamu, dua kamar tidur, dan satu kamar mandi.
- Kisah Mantan Pekerja Migran Indonesia Jadi Inovator Buah Naga, Raih Omzet Rp50 Juta per Bulan
- Kisah Kehidupan Warga di Desa Terpencil di Wonogiri, Cari Rumput Harus Jalan Naik Turun Bukit
- Seribu Lebih Rumah Terendam Banjir Usai Hujan Sepekan, Jambi Siaga Tiga
- Berusia 103 Tahun, Ini Kisah Mbah Sakinem Saksi Hidup Perjalanan Para Imigran Jawa ke Suriname
- Sarkofagus Berusia 2000 Tahun Ini Disebut Mengandung Kutukan, Arkeolog Terperangah Saat Membukanya
- Polda Jabar: Pembunuh Vina Cirebon 9 Orang, DPO Cuma Pegi Setiawan
Saat pertama kali sampai di sana, lahan usaha seluas satu hektare yang didapatkan ia tanami jeruk, cokelat, alpukat, dan durian.
“Sekarang hasilnya paling tidak sudah bisa membantu kebutuhan di rumah,” kata Pak Tumiran dikutip dari kanal YouTube Disnaker Kabupaten Kebumen.
Di lahan transmigrasi itu Pak Tumiran sudah punya delapan ekor sapi ternak. Dia juga sudah punya satu unit motor untuk transportasi sehari-hari.
“Para transmigrant di sana ada yang sukses, ada juga yang nggak. Karena kemampuan masing-masing peserta kan beda. Ada yang semangat, ada yang agak kendor. Tapi rata-rata berhasil,” kata Pak Tumiran.
Pak Tumiran pulang ke Kebumen dua tahun sekali. Di tanah rantau, ia juga sudah punya satu rumah baru. Rumah baru itu letaknya bersebelahan dengan rumahnya yang lama.
“Saya beli rumah baru, saya bongkar rumah lama, terus dua rumah itu saya jadikan satu,” kata Pak Tumiran.
Dari dua hektare lahan awal saat datang ke lokasi transmigrasi, kini Pak Tumiran juga sudah punya lahan total seluas 12 hektare.
“Saya kadang beli lahan satunya orang lokal, lahan duanya orang lokal. Waktu di sana saya beli masih murah, sekitar Rp2 juta, 3 juta per hektare,” kata Pak Tumiran.
Pak Tumiran berharap makin banyak teman-temannya yang ingin ikut program transmigrasi. Apalagi menurutnya masih banyak lahan di sana yang bisa digarap.
Selain itu, Pak Tumiran juga berharap pengadaan senso (alat gergaji mesin) dari pemerintah. Apalagi penggunaannya penting untuk membuka lahan sebelum ditanam.
“Selama ini mereka kalau mau pakai senso harus sewa. Per harinya Rp100 ribu. Padahal kalau mau buka lahan satu hektar butuh waktu 4-5 hari. Itu belum bahan bakarnya dan ongkos operatornya,” kata Pak Tumiran.