Mengenal Perlon Unggahan, Tradisi Sambut Ramadan Ala Kaum Bonokeling Banyumas

Merdeka.com - Sebagai negara Islam terbesar di dunia, setiap masyarakat di Indonesia memiliki budayanya sendiri dalam menyambut Bulan Suci Ramadan. Tak terkecuali bagi para Kaum Bonokeling yang tinggal di kawasan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Melansir dari Wikipedia.org, Perlon Unggahan merupakan tradisi yang dilakukan sepekan sebelum Lebaran oleh masyarakat Bonokeling di Desa Pekuncen, Banyumas. Tradisi ini dimulai dengan iring-iringan perjalanan menuju makam Bonokeling tanpa alas kaki, berdoa kepada sesepuh, dan makan makanan tradisional secara bersama-sama.
Tradisi ini juga menjadi bagian dari ajaran Kejawen para pengikut Bonokeling yang biasanya dijuluki anak putu (anak cucu) Bonokeling. Berikut selengkapnya.
Berjalan Puluhan Kilometer

Mengutip dari Blogkulo.com, perayaan Perlon Unggahan dimulai dengan para kaum Bonokeling dari berbagai daerah yang berjalan kaki menuju Desa Pekuncen dengan membawa berbagai hasil bumi seperti sayur mayur dan buah-buahan. Pada awalnya, perjalanan itu dilakukan tanpa menggunakan alas kaki.
Namun seiring waktu ada toleransi yang mempersilakan mereka untuk berjalan kaki menggunakan sandal jepit. Setibanya di Desa Pekuncen, mereka disambut oleh tetua desa dan hasil bumi yang mereka bawa diserahkan agar diolah untuk acara selamatan keesokan harinya.
Berdoa Kepada Leluhur

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan memanjatkan doa kepada leluhur. Di makam Kyai Bonokeling, enam Kasepuhan yang datang dari berbagai wilayah Banyumas, Cilacap, dan sekitarnya memanjatkan doa kepada leluhur mereka dengan kyusuk. Keenam kasepuhan itu adalah Kasepuhan Kyai Mejasari, Kyai Pandawirja, Kyai Wiryatpada, Kyai Padawitama, Kyai Wangsapada, dan Kyai Leksana.
Setelah itu diadakan makan besar yang ikut diramaikan oleh warga sekitar. Dalam acara itu, tersedia berbagai makanan tradisional seperti nasi bungkus, serundeng sapi, dan sayur berkuah. Uniknya, serundeng sapi dan sayur becek harus disajikan oleh 12 lelaki dewasa.
Wajib Pakai Pakaian Adat

Melansir dari kanal YouTube BPNB DIY, setiap orang yang ingin mengikuti upacara adat Perlon Unggahan diwajibkan untuk mengenakan pakaian adat yang sudah ditentukan. Bagi pria, mereka diwajibkan mengenakan jubah hitam beserta ikat kepala dan sarung jarik. Sementara buat wanita, mereka diwajibkan mengenakan kebaya hitam dengan bawahan jarik.
“Pakaian hitam itu maknanya langgeng, dalam arti langgeng untuk bisa melestarikan adat dan tradisi. Sementara ikat kepala melambangkan mengikat hawa nafsu, kalau makna sarung, kita harus punya tujuan yang satu, jangan berbelok-belok arah,” kata Sumitro, Tokoh Adat Desa Pakuncen, Banyumas.
Makna Perlon Unggahan

Penentuan hari tradisi itu dilakukan berdasarkan kalender Aboge yang menjadi ciri khas Kaum Bonokeling. Untuk menyelenggarakan tradisi tersebut, mereka juga tidak mempersiapkannya secara khusus. Hal yang paling penting dalam acara itu adalah makna ajaran leluhur yang tersampaikan pada para anggota kaum Bonokeling.
“Alasan kenapa kita berjalan kaki adalah tradisi ini tujuannya adalah mendoakan eyang-eyang kami dengan laku prihatin. Jadi dari hati kita itu prihatin, tulus ikhlas, dan rela mengenang perjuangan eyang-eyang kita dengan berjalan kaki,” kata Wana Candra, tokoh adat Bonokeling dari Desa Adiraja, Cilacap dikutip Merdeka.com dari kanal YouTube BPNB DIY pada Kamis (8/4).
Baca Selanjutnya: Berjalan Puluhan Kilometer...
(mdk/shr)
Banyak orang hebat di sekitar kita. Kisah mereka layak dibagikan agar jadi inspirasi bagi semua. Yuk daftarkan mereka sebagai Sosok Merdeka!
Daftarkan
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami