Merdeka.com - Pada masa pandemi, kegiatan belajar mengajar harus dilakukan secara online dengan menggunakan perangkat pribadi masing-masing, baik laptop maupun handphone pribadi. Namun masalahnya, tidak semua siswa memiliki perangkat pribadi itu. Ada pula yang keterbatasan ekonomi, mereka tak memiliki handphone. Merekapun harus memutar otak bagaimana caranya agar tetap bisa mengikuti sekolah online.
Hal inilah yang dialami Muhammad Agung Wahyudi (16), seorang siswa SMAN 1 Rongkop Gunung Kidul. Dikutip dari Liputan6.com, hampir setiap hari dia harus menggunakan handphone milik temannya demi tetap dapat mengikuti proses pembelajaran jarak jauh. Karena merasa tidak enak dengan temannya, dia pun ikut iuran uang Rp10 ribu per minggu untuk membayar kuota internet.
Tak cukup sampai di situ, memasuki masa ujian semester, siswa kelas 10 itu tak dapat lagi meminjam handphone temannya karena temannya itupun juga menggunakan handphone-nya untuk ujian. Lalu solusi apa lagi yang harus ditemukan Agung agar ia tetap bisa mengikuti ujian? Berikut selengkapnya:
Demi tetap bisa mengikuti ujian, Agung terpaksa harus menempuh perjalanan sejauh 5 kilometer dari rumahnya untuk menuju ke sekolah. Untuk ke sekolahpun dia harus meminjam motor milik kerabatnya.
Kepala Sekolah SMAN 1 Rongkop, Sariyah, mengatakan, di sekolahnya hanya Agung lah satu-satunya siswa yang tak punya ponsel pintar. Oleh karena itu, ia meminta Agung datang ke sekolah untuk mendapatkan fasilitas laptop dari sekolah untuk mengerjakan soal ujian.
“Kami mengeluarkan opsi ini karena di rumahnya tidak ada sinyal sementara di sini ada WiFi,” ujar Sariyah.
Selain Agung, siswa lainnya yang bersekolah di SMAN 1 Rongkop tetap melaksanakan pembelajaran daring. Sementara itu karena menjadi satu-satunya yang tidak memiliki handphone, Agung dipersilahkan untuk mengikuti pembelajaran di sekolah khususnya saat ujian, namun dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Di sekolah kami hanya ananda Agung yang tidak punya, maka kami dampingi dan jika ujian kami persilahkan ke sekolah dengan protokol yang ketat. Saya rasa hal ini tidak masalah karena di SE Gubernur juga nggak masalah kalau ini mendesak,” kata Sariyah dikutip dari Liputan6.com.
Agung mengatakan saat ini ia tinggal bersama kakek dan neneknya di Padukuhan Pringombo, Kepanewonan Rongkop, Gunung Kidul. Ia mengaku tidak memiliki ponsel pintar seperti di rumah teman-teman kebanyakan, karena kondisi ekonomi keluarganya yang serba sulit sehingga tak memungkinkannya untuk membeli ponsel.
Agung sebenarnya sudah beberapa kali meminta dibelikan ponsel kepada ibunya. Tapi hingga saat ini ibunya belum juga membelikannya ponsel walaupun itu ponsel bekas. Menurut Agung, hal itu bisa ia maklumi karena ibunya sendiri masih harus membiayai sekolah kedua adiknya yang masih kecil. Ayah kandung Agung sudah meninggal sejak usia 6 tahun sehingga ibunya kini menikah lagi dengan pria lain.
Untungnya, ada seorang teman yang bersedia berbagi ponsel untuk mengerjakan tugasnya. Karena merasa tidak enak sama temannya yang memiliki ponsel tersebut, Agung bersedia patungan dengan temannya itu sebesar Rp 10.000 untuk membeli paket data.
“Ndak enak kalau tidak bantu beli pulsa. Dia tidak minta sih, saya sendiri yang ngasih,” kata Agung dikutip dari Liputan6.com pada Jumat (25/9).
Baca Selanjutnya: Terpaksa ke Sekolah...
(mdk/shr)
Banyak orang hebat di sekitar kita. Kisah mereka layak dibagikan agar jadi inspirasi bagi semua. Yuk daftarkan mereka sebagai Sosok Merdeka!
Daftarkan
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami