Merdeka.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo dalam sidang perkara penghapusan red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra. Mantan Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia itu menjadi saksi atas terdakwa Djoko Tjandra.
Sidang perkara kasus penghapusan red notice atas nama Djoko Tjandra tersebut digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (3/12).
Dalam persidangan, Nugroho menjelaskan, alasan Div Hubinter Polri lama membalas surat Kejaksaan Agung terkait penerbitan red notice Djoko Tjandra. Padahal surat dari Kejagung yang diberikan pada April 2020 itu bersifat rahasia dan segera, namun baru dibalas pada Juni 2020.
"Yang saya ingin tanyakan kenapa lama sekali disikapi, padahal jelas-jelas semua mendengarkan sifat dari surat tersebut amat sangat segera," tanya Hakim Ketua Muhammad Damis.
"Saya mendapat konsep dari Kabag satu per satu diajukan seperti itu, dan sempat saya tanyakan kapan mau persiapan gelar. Setelah surat ini, kemudian ada perintah lagi dari pimpinan untuk membuat," jawab Nugroho.
"Saya tanya apa sebabnya waktu yang dibutuhkan amat sangat jauh? Dua bulan kurang dua hari?" tanya hakim kembali.
"Kalau enggak salah waktu itu sempat terjeda ada keberangkatan ke Serbia," jawab Nugroho.
Nugroho memberikan alasan terjedanya untuk membalas surat ke Kejaksaan Agung, karena sedang melakukan persiapan penjemputan terhadap buronan pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun.
"Waktu itu terjeda, pada saat proses kita persiapan keberangkatan untuk menjemput Maria Pauline Lumowa. Menjemput MPL ke Serbia," ungkapnya.
Selama proses persiapan tersebut, ia menyebut telah melakukan rapat berkali-kali. Sehingga, hal itulah yang membuat terbengkalainya surat balasan Kejaksaan Agung.
"Kita rapat berkali-kali untuk mempersiapkan itu, sehingga itu tertunda di bulan Mei kalau enggak salah," tandasnya.
Pada dakwaan disebutkan, jika gedung TNCC Polri merupakan salah satu lokasi yang dijadikan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Dakwaan menyebut, Tommy Sumardi dengan membawa paper bag warna putih bersama Brigjen Prasetijo masuk ke ruangan Irjen Napoleon Bonaparte di lantai 11. Saat itu Tommy menyerahkan uang kepada Irjen Napoleon dan meninggalkan gedung TNCC.
Pengusaha Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap terhadap Irjen Napoleon Bonaparte sebesar SGD200 ribu dan USD270 ribu, serta kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai USD150 ribu.
Uang tersebut dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra. Suap itu ditujukan agar nama Djoko Tjandra dihapus dalam red notice atau Daftar Pencarian Orang Interpol Polri.
Jaksa juga mendakwa Djoko Tjandra memberikan suap kepada Irjen Napoleon sebanyak SGD200 ribu dan USD270 ribu. Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD150 ribu.
Baca juga:
Imigrasi Sempat Hubungi Ses NCB Interpol Tanya Keaslian Surat Divhubinter Polri
Sudah Terhapus, Red Notice Djoko Tjandra Masih Bisa Dilihat Tapi Data Tak Valid
Akui Kesalahan, Tommy Sumardi Tak Ajukan Saksi Meringankan di Kasus Djoko Tjandra
Sidang Djoko Tjandra: Dua Jenderal Bakal Bersaksi Hari Ini
Djoko Tjandra Jelaskan Action Plan Pinangki Pulangkan Dirinya
Duit USD500.000 dari Djoko Tjandra buat Anita & Andi Irfan, Bukan Pinangki
Baca Selanjutnya: Dakwaan...
(mdk/fik)
Banyak orang hebat di sekitar kita. Kisah mereka layak dibagikan agar jadi inspirasi bagi semua. Yuk daftarkan mereka sebagai Sosok Merdeka!
Daftarkan
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami