Merdeka.com - Pemerintah mengeluarkan kebijakan sekolah tatap muka pada awal Januari 2021 melalui surat keterangan bersama (SKB) empat menteri. Praktisi Pendidikan Center for Education Regulations & Development Analysis, Indra Charismiadji menilai, kembalinya belajar di sekolah belum siap seluruhnya.
"Kalau bicara seluruh Indonesia ya belum. Karena tiap daerah kondisinya beda-beda," katanya lewat pesan singkat, Senin (23/11).
Menurutnya, SKB yang dikeluarkan kemarin justru akan membuat masalah-masalah baru. Kemendikbud dinilainya akan cuci tangan dengan masalah baru nanti.
"Kemendikbud jangan menerapkan protokol kesehatan yang ketat untuk dunia pendidikan indonesia. Dalam arti mencuci tangan dari urusan pendidikan selama pandemi hanya menyerahkan tanggung jawab ke pemda, sekolah, dan orang tua murid saja," tuturnya.
Indra berujar, bahwa Kemdikbud jangan menjaga jarak dengan sekolah, pendidik, tenaga pendidikan, siswa, orang tua dan dinas pendidikan. Justru, Kemdikbud harusnya menunjukkan sebagai posisi sebagai leader dalam menghadapi pandemi. Dia menilai, Kemdikbud mau lepas tanggung jawab urusan pendidikan.
"Dan sebaiknya kemendikbud jangan pakai masker terus menerus dalam arti komunikasi praktik praktik baik Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang efektif, bagaimana mengurangi stres," ucapnya.
"Perlu diingatkan bahwa uang rakyat diberikan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa baik saat pandemi maupun tidak pandemi," terang dia.
Sementara, pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai, tepat atau tidak pembukaan sekolah tergantung dari bagaimana pemerintah daerah menerapkan prinsip utama pembukaan sekolah. Yaitu keselamatan dan keamanan siswa.
"Otoritas pertama di Pemda. Otoritas terakhir tetap di orang tua. Maka, pertimbangan pemda membuka sekolah harus dengan matang dan pertimbangan yang baik, berdasarkan data yang faktual," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan SKB 4 menteri tersebut sekarang tidak jauh beda dari sebelumnya Satgas Covid-19. Hanya penanggung jawab sekarang berada di kepala daerah bila sekolah dibuka.
Doni menuturkan, hal utama yang perlu diperhatikan pemerintah adalah data-data corona di daerah harus benar, faktual sehingga menggambarkan peta risiko. Pemda, kata dia, harus melihat sudah berapa persen rasio testing covid di daerahnya. Sebab, menurut WHO keamanan sebuah daerah diketahui bila minimal 10 persen populasi dites.
"Maka sikap 3T bisa menjadi pertimbangan pertama, sejauh mana testing, tracing dan treatment dilakukan. Tentu saja, prokes 3M wajib. Dan ini harus disertai sosialisasi lebih detil tentang bagaimana virus ini dapat menyebar," pungkasnya.
Baca juga:
Pemprov Jabar Segera Bahas Kebijakan Sekolah Tatap Muka
Berbeda dengan Bima Arya, Wakil Wali Kota Bogor Tolak Belajar Tatap Muka
Sekolah Tatap Muka akan Dimulai, DPR Desak Pemerintah Fasilitasi Protokol Kesehatan
Pemerintah Perbolehkan Sekolah Tatap Muka, Anies Masih Akan Kaji Bulan Depan
Persiapan Sekolah Tatap Muka, Guru di Surabaya Diminta Adaptasi Kebiasaan Baru
Baca Selanjutnya: Sementara pengamat pendidikan Doni Koesoema...
(mdk/ray)
Banyak orang hebat di sekitar kita. Kisah mereka layak dibagikan agar jadi inspirasi bagi semua. Yuk daftarkan mereka sebagai Sosok Merdeka!
Daftarkan
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami