BRIN: Tanggul Raksasa Tak Cukup Cegah Jawa Tenggelam
Merdeka.com - Profesor Riset Bidang Meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Eddy Hermawan mengatakan, pembuatan tanggul raksasa tak cukup menahan laju tenggelamnya sejumlah wilayah di Pesisir Utara Jawa. Dia menyarankan, pencegahan dilakukan melibatkan berbagai sektor, termasuk mencegah kerusakan lingkungan di wilayah tersebut.
"Ke depannya perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan yang lebih nyata. Pembuatan tanggul raksasa sepertinya belum cukup, namun harus diimbangi dengan kebijakan penggunaan air tanah, penanaman mangrove, dan pencegahan perusakan lingkungan harus segera mungkin dilakukan. Akan lebih efektif, jika upaya ini dilaksanakan oleh berbagai elemen masyarakat, tanpa pengecualian,” tegas Eddy dalam keterangan tulis, Rabu (6/10).
Eddy mengungkapkan, proyeksi tenggelamnya Jakarta dan beberapa kota pesisir di sepanjang Pantura terjadi akibat tiga faktor utama, yakni perubahan iklim, penurunan laju muka tanah (landsubsidence), dan kondisi lokal setempat.
“Jika proyeksi hanya difokuskan pada akibat perubahan iklim semata, maka dampak yang dihasilkannya tidaklah terlalu severe (berat). Hal serupa juga ditemukan, jika proyeksi difokuskan hanya ke landsubsidence semata, maka analisisnya tidak bisa digunakan untuk skala global/regional,” rincinya.
Eddy berpendapat, proyeksi difokuskan ke hasil analisis gabungan antara dampak perubahan iklim global dan laju landsubsidence yang cukup pesat saat ini. Sebabnya dua proyeksi inilah yang diduga kuat akan mempercepat tenggelamnya kota-kota pesisir di Pantura, termasuk Jakarta di masa mendatang.
Menurutnya, hasil analisis data satelit terkini menunjukkan bahwa kawasan pesisir Pantura mengalami penurunan muka tanah paling tajam.
Kondisi geologi daerah pesisir dengan tanah yang lembut secara alamiah menurut Eddy membuat tanah terus turun. Dengan adanya kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim, penggunaan air tanah, serta didirikannya gedung-gedung megah dan mewah di sepanjang Pantura ternyata semakin memperparah turunnya permukaan tanah.
“Perlu adanya monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut. Kondisi ini ternyata berbeda dengan kawasan selatan Jawa yang struktur geologinya cenderung berbukit,” saran Eddy.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pembangunan saluran pembuangan banjir belum cukup menyelamatkan penduduk pesisir dari dampak perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaPenilaian ini berdasarkan 15 faktor, di antaranya yaitu polusi udara, kepadatan, jaminan sosial.
Baca SelengkapnyaMenurut Hasto PDIP, Ganjar mampu menurunkan angka kemiskinan dengan sumber dana yang tidak sebanyak DKI Jakarta.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
BPBD melaporkan sejumlah wilayah terdampak banjir akibat hujan lebat yang mengguyur Ibu Kota semalam.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan peta prakiraan gerakan tanah bulan April 2024, lokasi itu masuk dalam zona potensi gerakan tanah menengah-tinggi.
Baca SelengkapnyaBanyaknya pepohonan dan area hijau membuat kawasan ini jadi wajah lain Ibu Kota Jakarta
Baca SelengkapnyaBanyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,
Baca Selengkapnya327 warga telah dievakuasi pada gelombang ketiga Tim KRI Kakap-811 atau dari TNI Angkatan Laut. Dari jumlah itu, terdapat 192 wanita dan 135 pria.f
Baca SelengkapnyaKondisi arus balik landai lantaran belum semua pemudik kembali ke Jakarta.
Baca Selengkapnya