Buntut PK Baiq Nuril Ditolak MA, Korban Kekerasan Seksual Akan Takut Melapor
Merdeka.com - Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril. Putusan itu menuai protes.
Bestha Inatsan, peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) menilai putusan tersebut hanya menutup akses bagi korban kekerasan seksual.
"Ini membuat korban pelecehan seksual takut untuk melapor," kata Bestha yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil Save Ibu Nuril, Jakarta, Jumat (5/7).
Bestha mengatakan putusan PK Nuril mencerminkan bahwa aturan perlindungan terhadap perempuan di Indonesia terbilang masih minim.
Sebab, kata Bestha, bentuk dan jenis jenis kekerasan terus bertambah. Tidak hanya kekerasan seksual fisik berupa pencabulan atau perkosaan.
"Memang itu (pelecehan seksual) diatur dalam KUHP tapi itu sangat sedikit, misal hanya pencabulan, tidak komprehensif semua jenis pencabulan misal pelecehan seksual verbal," ujar Bestha menjelaskan.
Secara terpisah, Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Sri Nurherwati mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi bisa menggunakan amnesti untuk mengeluarkan Baiq dari jeratan hukum.
"Amnesti dapat saja dilakukan, mengingat sistem hukum belum melindungi perempuan korban kekerasan seksual," ucap Sri.
Dia menuturkan, pihaknya juga akan mendukung kepada Baiq Nuril jika hendak mengajukannya. "Komnas Perempuan akan memberikan dukungan bila BN (Baiq Nuril) hendak ajukan amnesti kepada Presiden," pungkasnya.
Diketahui, dengan ditolaknya PK tersebut, maka mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram itu tetap menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan sesuai putusan Kasasi MA.
"Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Pemohon/Terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019. Dengan ditolaknya permohonan PK Pemohon/Terpidana tersebut maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam keterangannya.
Sidang PK itu diketuai hakim Suhadi dengan anggota Margono dan Desnayeti. Majelis hakim menilai alasan permohonan PK pemohon yang mendalilkan bahwa dalam putusan tingkat kasasi mengandung muatan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata tidak dapat dibenarkan.
"Karena putusan judex yuris tersebut sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya," kata Andi.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tudingan Melki melakukan kekerasan seksual pertama kali ramai diperbincangkan di media sosial setelah diunggah akun @BulanPemalu.
Baca SelengkapnyaPropam Polda Sultra masih memeriksa personel Polresta Kendari berinisial Bripda AN di Kendari.
Baca SelengkapnyaBripda AN, saat ini masih diperiksa Propam Polda Sultra.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dia menerima apa yang telah menjadi keputusan organisasi tersebut. Dia pun akan mengikuti proses hukum yang berlaku.
Baca SelengkapnyaKeputusan menonaktifkan ETH ini berdasarkan hasil Rapat Pleno Yayasan pada hari Senin 26 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaDia ingatkan, agar menghindari fitnah demi mendukung capres tertentu
Baca SelengkapnyaBawaslu Bali menyatakan laporan Tim Hukum Nasional AMIN tidak memenuhi syarat materiil.
Baca SelengkapnyaKorban dugaan pelecehan seksual dilakukan rektor Universitas Pancasila sebelumnya menyurati Kemendikbud.
Baca Selengkapnya"Menyatakan praperadilan oleh pemohon (Firli Bahuri) tidak dapat diterima," kata Hakim tunggal Imelda Herawati
Baca Selengkapnya