Merdeka.com - Penolakan terhadap rencana revisi Undang-Undang (UU) nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengalir. Di Solo, Civitas Akademika Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi (Pustapako) UNS, melakukan hal yang sama.
Pernyataan sikap dituangkan dalam spanduk bertuliskan 'Menolak Segala Bentuk Pelemahan KPK'. Spanduk tersebut kemudian ditandatangani oleh dosen dan mahasiswa UNS, di Kampus setempat, Rabu (11/9).
Kepala Pustapako UNS, Khresna Bayu Sangka mengatakan, pihaknya melihat adanya upaya pelemahan KPK melalui revisi UU KPK yang diinisiasi DPR tersebut.
"Untuk itu kami dari Pustapako dan civitas akademika UNS menyatakan akan berada di belakang KPK. Kami menolak upaya pelemahan KPK melalui rencana revisi UU KPK," ujarnya.
Upaya pelemahan KPK tersebut, dikatakan Khresna, terindikasi dari beberapa hal. Di antaranya, panitia seleksi calon pimpinan KPK yang meloloskan beberapa nama yang ditengarai mempunyai rekam jejak bermasalah, pelanggar etik dan tidak patuh pada LHKPN.
Ia menilai, jika revisi UU No 30 tentang KPK disetujui pemerintah untuk segera disahkan DPR dan Presiden, maka akan ada pasal yang justru meringankan hukuman. Bahkan memberi label korupsi sebatas kejahatan keuangan, bukan kriminal luar biasa.
"Jika tetap disahkan ini tidak dapat disebut revisi, tetapi revisi UU karena lebih ringan dari UU sebelumnya," tandasnya.
©2019 Merdeka.com/Arie Sunaryo
Lebih tegas ia menyampaikan, revisi UU KPK akan membunuh independensi KPK. Segala bentuk kewenangan KPK yang selama ini efektif untuk menjaring koruptor, dalam revisi UU telah mengamputasi peran KPK.
Dalam kesempatan sama, pakar Hukum Tata Negara UNS, Agus Riwanto, mengemukakan, jika revisi UU KPK tersebut disahkan maka KPK bukan lagi menjadi lembaga penindakan tapi pencegahan dan menjadi mitra kepolisian serta kejaksaan.
"Jika pengesahan itu terjadi, maka KPK akan mubazir," tandasnya.
Agus menyebut ada hidden agenda dibalik inisiasi DPR mengajukan revisi UU KPK tersebut. Pasalnya revisi UU KPK tersebut tidak lazim dan sengaja dilontarkan saat publik lengah.
"Revisi UU KPK juga tidak masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) 2019. Ada 55 RUU dalam Prolegnas tapi tidak ada satupun tentang UU Antikorupsi. Ini tidak lazim," katanya lagi.
Menurut dia, ada 10 kelemahan yang terjadi dalam tubuh KPK, jika revisi UU KPK disahkan. Dalam revisi UU yang diinisiasi DPR, nantinya di tubuh KPK akan ada dewan pengawas yang akan direkrut melalui seleksi publik. Padahal saat ini sudah ada pengawas internal dan penasehat KPK.
Selain itu, dalam melaksanakan tugas penyidikan dan penyelidikan serta penyadapan, KPK harus izin dulu ke dewan pengawas. Hal ini menurut Agus akan berbahaya karena mahkota KPK adalah di penyadapan.
"OTT (Operasi Tangkap Tangan) tidak akan terjadi. Sehingga KPK hanya akan menjadi LPMK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian) atau semacam sat kereta. Kami berharap jika revisi UU KPK disetujui presiden, yang direvisi bukan terkait hal-hal yang melemahkan KPK," tegasnya.
Baca juga:
Agus Rahardjo: Biar Anggota DPR Periode 2019-2024 yang Bahas Revisi UU KPK
Massa Pro dan Kontra Revisi UU KPK Demo di Depan DPR
VIDEO: Jokowi Setuju Revisi UU KPK, Segera Kirim Supres ke DPR
Soal Revisi UU KPK, Jokowi Tak Ingin Independensi KPK Terganggu
Di DPR, Capim Nawawi Setuju Revisi UU KPK dan Kritik Wadah Pegawai
Baru Terima Hari Ini, Jokowi Segera Pelajari DIM Revisi UU KPK
(mdk/bal)
Agus Rahardjo: Biar Anggota DPR Periode 2019-2024 yang Bahas Revisi UU KPK
Massa Pro dan Kontra Revisi UU KPK Demo di Depan DPR
Misteri Tewasnya WNI di Kapal Berbendera China
VIDEO: Jokowi Setuju Revisi UU KPK, Segera Kirim Supres ke DPR
Soal Revisi UU KPK, Jokowi Tak Ingin Independensi KPK Terganggu
Di DPR, Capim Nawawi Setuju Revisi UU KPK dan Kritik Wadah Pegawai
Baru Terima Hari Ini, Jokowi Segera Pelajari DIM Revisi UU KPK
Wapres JK Sebut Setengah Isi Draf Revisi UU KPK Versi DPR Ditolak Pemerintah
Wapres JK Sebut Jokowi Segera Kirim Surpres ke DPR
Erick Thohir Tunjuk Royke Tumilaar Jadi Direktur Utama Bank Mandiri
Citra Kirana dan Rezky Aditya Bicara Soal Momongan
Puluhan Anakan Kobra Bikin Resah Warga Citayam, Induknya Masih Diburu
Ketua DPR: Gerakan Antikorupsi Tidak Diukur dari Seberapa Banyak Orang Ditangkap
Apakah Pasien Hepatitis A Harus Konsumsi Makanan Manis dan Pantang Makanan Berlemak?
Pertahankan Budaya, Raja di Pulau Paling Selatan NKRI Dikukuhkan
BNN Musnahkan 82 Kg Sabu dan 107.837 Butir Ekstasi
Polisi Bekuk Tiga Pelajar SMP Pembacok Mahasiswa di Yogyakarta
6 Artis Indonesia Hobi Pelihara Kucing Berharga Fantastis, Bisa Buat Beli Rumah
Pintu DPC Tertutup, Sejumlah Kader PDIP Solo Raya Daftar Pilkada ke PDIP Jateng
KPK Periode Ini Klaim Selamatkan Uang Negara Rp 63,9 Triliun
Denyut Pariwisata Multietnik di Singapura
Menteri Edhy: Pegawai KKP Tunjukkan Antikorupsi dari Meja Kerja Masing-Masing
Anies Apresiasi Jokowi: Untungnya Presiden Pernah Gubernur dan Wali Kota
Sore Ini Jokowi Panggil Kapolri Tagih Laporan Penyelidikan Kasus Novel
Di Hari Antikorupsi Sedunia, Ketua KPK Agus Rahardjo Izin Pamit Purnatugas
Anjlok Rp3.000, Harga Emas Antam Dibanderol Rp744.000 per Gram
Ditunjuk jadi Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri, Ini Sepak Terjang Chatib Basri
Bagi-Bagi Bintang Jenderal TNI
Di SMK 57 Jakarta, Jokowi Ajak Pelajar Cegah Korupsi Sejak Dini
Hasil Shopee Liga 1: Persebaya Surabaya Bantai Bhayangkara FC 4-0
Ekonom: Masyarakat Kerap Khawatir Lihat Utang RI Rp5.000 Triliun, Ini Salah Persepsi
Tiba di KPK, Wapres Ma'ruf Amin Hadiri Acara Hari Antikorupsi Sedunia
Libur Natal Dan Tahun Baru, Pertamina Beri Diskon Avtur 20 Persen di Indonesia Timur
Hasil Shopee Liga 1 2019: PSIS Semarang Lumat Arema FC 5-1
Penjelasan Iis Dahlia Soal Suaminya Jadi Pilot Garuda Berisi Harley Davidson
'Ibu-Ibu Tolong Indonesia, Jangan Pelit Membelanjakan Uangnya'
Restoran di Pluit Ludes Terbakar