Merdeka.com - Kelaparan yang menimpa keluarga Yuli, warga Serang, Banten, merobek rasa kemanusiaan. Setelah diberitakan kelaparan, tiga hari kemudian, wanita yang akrab disapa Bu Yul itu meninggal dunia.
Ibu Yuli, setelah sebelumnya mengaku kelaparan sampai cuma bisa minum air galon. Suaminya pencari barang bekas, anaknya yang biasa membantu mencari nafkah terkena PHK akibat dampak perlambatan ekonomi dari virus Corona.
Aktivis kemanusiaan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani menuturkan, kejadian ini harus menjadi pembelajaran penting dari kecepatan dan ketepatan dalam penyaluran bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.
"Peristiwa ini kembali merobek rasa kemanusiaan dan keadilan di negeri ini. Termasuk aparatur pemerintah di lapangan untuk tidak menganggap remeh atau biasa, apabila ada yang mengadukan kesulitan, meminta bantuan karena dampak krisis Covid-19," ujar Yati saat dihubungi merdeka.com, Selasa (21/4).
Dia menambahkan, sudah seharusnya pemerintah mengubah mekanisme apabila ada yang salah. Membuat sistem mekanisme akses yang mudah dan cepat yang harus disediakan sampai level paling bawah (desa, dusun, RT, RW).
"Tindakan-tindakan yang dilakukan aparat baik level pengambil kebijakan maupun level eksekusi di lapangan. Harus berjalan dengan skema tanggap darurat yang efektif, tidak dengan skema normal atau business as usual, agar tidak berulang kasus-kasus seperti ini," jelasnya.
Dia pun menjelaskan, skema darurat yang dimaksud, bisa mendekatkan penyaluran pakai metode jemput bola pada kelompok rentan, miskin agar tidak terjadi keterlambatan serupa. Dengan menyediakan akses dari level RT, dusun maupun desa.
Yuli, warga Kelurahan Lontarbaru, Kecamatan Serang, Banten sempat ramai diberitakan tidak makan dua hari dan hanya minum air galon karena imbas dari sulitnya perekonomian di tengah pandemi corona dikabarkan meninggal dunia, Senin (20/4).
Camat Serang, Tb. Yassin membenarkan kabar tersebut. Dia mengatakan, Yuli dinyatakan meninggal pada pukul 15.30 WIB. "Infonya saya dari Pak Lurah, melalui telepon. Saya setengah empat ke lokasi (rumah almarhum)," ujarnya.
Yasin mengaku belum tahu pasti penyebab meninggalnya salah satu warga Kota Serang tersebut. Namun dia mendapatkan informasi, Yuli meninggal saat akan dibawa menuju Puskesmas Singandaru.
Sementara itu, Juru bicara gugus tugas Covid 19 Kota Serang W Hari Pamungkas mengatakan penyebab meninggalnya Yuli karena diduga serangan jantung, bukan kelaparan.
"Visum resmi besok akan disampaikan, saya pastikan bukan terkait sama Covid, bukan karena kelaparan, tapi karena serangan jantung. Yang bersangkutan dapat pertanyaan berat dari orang sekelilingnya. Visum resmi akan disampaikan Puskesmas besok, tapi saya tanya dokternya diduga jantung," katanya, Senin, (20/04).
Hari mengungkapkan, dari laporan yang diterima pihaknya dari pemerintah setempat, almarhum berasal dari keluarga yang mampu dan bisa untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
"Kesehariannya dari laporan aparat wilayah setempat berasal dari keluarga mampu semuanya, artinya untuk beli rokok sama nasi tuh masih sanggup," ujarnya.
Hari mengatakan bahwa keluarga almarhum masuk dalam status Jaring Pengaman Sosial (JPS) Kota Serang dan Pemerintah Kota (Pemkot) Serang sudah memberikan bantuan sembako pada tanggal 18 April 2020, Sebagai bentuk pertanggungjawaban.
"Bantuan telah diberikan dan setelah dicek termasuk dalam pendataan JPS. Artinya dalam sisi tanggungjawab pemerintah Kami gerak cepat untuk menyelesaikan permasalahan itu," katanya.
Sebelumnya, Ibu Yuli kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan selama dua hari, Yuli dan keempat anaknya tidak bisa makan. Untuk menahan rasa laparnya, ia bersama keluarganya hanya minum air galon isi ulang.
"Dua hari ini kami cuma minum air galon isi ulang. Anak-anak bilang lapar juga, paling minum air saja," katanya saat ditemui, Jumat (17/4).
Ia mengaku sempat mengadu kepada Rukun Tetangga (RT) setempat untuk meminta bantuan sembako. Namun pihak aparatur pemerintah tersebut menyatakan belum menerima ada bantuan. "Saya sudah datang ke RT. Katanya enggak bisa dapat bantuan," ungkapnya.
Untuk menyambung hidup, sang suami kerap mencari barang bekas, yang bisa membawa uang ke rumah kisaran Rp25-Rp30 ribu.
"Lumayan saja, satu hari kadang dapat Rp25-30 ribu. Beli beras satu liter untuk kami berenam, itu pun diirit-irit," ujarnya.
Sebelum ada virus Corona, kehidupan Yuli terbantu oleh anak sulung yang telah bekerja. Saat ini, harapan itu musnah lantaran anaknya sudah tidak bekerja karena dirumahkan pihak perusahaan.
"Tadinya anak saya kerja. Sekarang dirumahkan karena tempat kerjanya tutup. Tambah, gaji terakhir tidak diberikan," tuturnya.
Baca juga:
Bu Yul Kelaparan dan Meninggal, PKS Minta Pemerintah Optimalkan Peran RT dan RW
Gerindra Sisir Warga Miskin di Banten, Tak Ingin Ada Bu Yul Lain
Ibu Yul Kelaparan dan Meninggal, PDIP Minta Pemda Bergerak Cepat
Warga Serang 2 Hari Cuma Minum Air Galon Bukti Ketimpangan Ekonomi di RI
Warga Serang 2 Hari Cuma Minum Air Galon, DPR Tegaskan 'Ini Cambukan buat Pemda'
Desmond Gerindra: Jangan Sampai Kisah Bu Yul Kembali Terulang
Baca Selanjutnya: Kisah Bu Yul...
(mdk/rnd)
Banyak orang hebat di sekitar kita. Kisah mereka layak dibagikan agar jadi inspirasi bagi semua. Yuk daftarkan mereka sebagai Sosok Merdeka!
Daftarkan
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami