Profil
Peter Singer
Peter Singer adalah filosof Australia sekaligus professor bioetika di Universitas Princeton dan Laurette Professor di Pusat Filsafat Terapan dan Etika Publik di Universitas Melbourne. Dia mengkhususkan diri dalam etika terapan dan mendekati isu-isu etis dari perspektif sekuler, dan utilitarian. Berasal dari orang tua keturunan Yahudi Wina yang beremigrasi ke Australia setelah ankesasi Austria oleh Nazi Jerman.
Banyak dari keluarganya yang menjadi korban kekejaman Nazi yang dijebloskan ke kamp-kamp konsentrasi di Jerman. Ayah Singer adalah seorang importir kopi dan teh, sementara ibunya berpraktek kedokteran. Saudara dari John Dwyer ini bersekolah di Scotch College sebelum memasuki Universitas Melbourne untuk mempelajari hukum, sejarah, dan filsafat. Singer berhasil menerima gelar MA untuk tesisnya yang berjudul "Why Should I be Moral?" pada tahun 1967. Ia mendapat beasiswa di Universitas Oxford dan berhak menggondol gelar B.Phil tahun 1971 dengan tesis tentang pembangkangan sipil. Selesai menempuh pendidikan, Pria yang masuk dalam 100 orang berpengaruh versi majalah Time ini mengajar di Universitas College, Oxford dan menjadi Professor tamu di Universitas New York. Pada tahun 1977, ia kembali ke Melbourne, tempat dimana ia banyak menghabiskan karirnya di sana sampai pindah ke Princeton tahun 1999.
Pria kelahiran Melbourne 66 tahun yang lalu itu dikenal kontroversial setelah dalam bukunya Animal Liberation (1975) menganggap bahwa hewan memiliki status moral yang sama dengan manusia. Singer mungkin filosof utilitarian paling berpengaruh sejak Jeremy Bentham. Ia percaya bahwa binatang memiliki hak karena pertimbangan moral yang relevan bukanlah apakah mereka (hewan) tersebut bisa berpikir atau berbicara melainkan apakah bisa menderita. Tidak seperti pandangan tradisional yang membedakan human dan non-human, Singer membedakan antara person dan non-person. Person disini yang dimaksud ialah individu atau makhluk yang bisa merasa, memiliki kesadaran diri dan mempunyai harapan akan masa depan. Dengan demikian, janin dan orang-orang cacat bukanlah termasuk kategori person. Akibatnya mereka memiliki status moral lebih rendah, daripada gorila atau simpanse dewasa.
Dengan pandangan seperti itu, tidak mengejutkan jika pria yang diakui sebagai seorang humanis Australia oleh Dewan Masyarakat Humanis Australi pada 2004 ini mendapat kecaman dari banyak pihak. Aktivis anti aborsi dan pendukung hak-hak penyandang cacat mencela pengangkatan Singer di kursi Princenton University. Gagasan pria keturunan Yahudi Austria mengenai pengobatan kaum cacat hampir mirip dengan argumen eugenic yang lazim digunakan kaum Nazi Jerman, dimana mereka digolongkan makhluk tak layak hidup. Singer, bagaimanapun percaya bahwa hanya orang tua, -bukan negara, seperti yang dipraktekkan Nazi- yang memiliki hak membuat keputusan tentang nasib bayi cacat, apakah ia akan digugurkan atau dibiarkan hidup. Ia juga berpendapat bahwa kegiatan seksual antara manusia dan hewan (zoophilia) yang mengakibatkan kerusakan pada hewan harus tetap ilegal, namun bahwa seks dengan binatang yang tidak melibatkan kekejaman dan bisa saling memuaskan keduanya dapat diangagap legal. Tom Regan, koleganya sesama filsuf, mementahkan tesis ini dan menulis bahwa argumen yang sama dapat digunakan untuk membenarkan kegiatan seks dengan anak-anak.
Riset dan analisa oleh Alya Naura.