Senyum Terakhir Zaenal

Merdeka.com - Muslikah masih mencoba mengikhlaskan kehilangan Zaenal Khabib sang suami, yang berprofesi sebagai perawat Puskesmas Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Zaenal dinyatakan meninggal dunia dengan status Pasien Dalam Pengawasan (PDP) virus corona.
Zaenal tak berdaya melawan virus corona yang menyerang tubuhnya. Kondisi sang perawat terus melemah dan tidak ada tanda-tanda akan menunjukkan perbaikan. Pada hari ke-12 pun, Zaenal harus bertemu Sang Khaliq.
Zaenal yang berprofesi sebagai perawat sejak 90an akhir ini merupakan sosok yang baik dan memiliki banyak pengalaman. Sejak merebaknya virus corona, Muslikah menceritakan bahwa tugas sang suami menjadi semakin berat.
Meskipun tidak langsung berurusan dengan pasien covid-19, namun sejak awal Maret 2020 Zaenal mengedukasi bahaya virus corona. Berbagai penyuluhan gencar dilakukan. Seperti membagikan masker dan hand sanitizer ke pasar, warung, ke masyarakat pokoknya.
Muslikah sadar bahwa suaminya merupakan garda terdepan untuk menangani efek dari virus yang menyebar dari Wuhan, China ini. Muslikah sudah menyiapkan berbagai resiko yang akan dihadapinya, bahkan sampai hal yang terburuk.
"Hanya satu permintaan almarhum saat di ruang isolasi, Almarhum minta diikhlaskan, insya Allah sekarang saya ikhlas," kata Muslikah saat bercerita dengan merdeka.com, Selasa (22/9) lalu.
Muslikah menceritakan, setelah pulang dari penyuluhan kepada masyarakat untuk menggunakan masker dan hand sanitizer serta jaga jarak. Pada tanggal 19 Maret 2020, Zaenal mulai merasakan gejala flu. Mengeluhkan kondisi badannya yang mulai tidak fit. Muslikah dan tiga anaknya sudah mengkhawatirkan kondisi tersebut.
Selang tiga hari sang perawat mengalami demam tinggi dan sesak di dada. Muslikah dan anak-anaknya sempat berpikir bahwa sosok kepala keluarga itu terinfeksi virus corona, lalu membawanya ke rumah sakit.
Berdasarkan hasil rontgen dan rapid test, hasilnya non reaktif. Meski begitu Zaenal diminta untuk tetap melakukan isolasi mandiri sejak 25 Maret 2020. Saat masuk ke ruang isolasi, Zaenal tidak banyak berbicara kepada anak atau istrinya. Pria berusia 43 tahun itu hanya tersenyum dan menyampaikan pesan kepada keluarganya untuk selalu menerapkan protokol kesehatan.
Namun, selang empat hari berada di ruang isolasi, kondisi Zaenal semakin melemah. Muslikah meminta pihak rumah sakit untuk tidak perlu menyampaikan hasil swab test kepada sang suami. Apapun hasilnya, dia berharap suaminya sembuh.
Saat menjelang akhir hidupnya, Muslikah mengatakan, Zaenal ingin dirinya terus berada di sampingnya. "Almarhum hanya tersenyum. Dia (Zaenal) malah mengkhawatirkan saya dan anak-anak," ujar Muslikah disertai dengan isakan tangisnya.
Zaenal dan Muslikah sudah menikah selama 21 tahun. Sejak pertama bertemu, Muslikah mengatakan tidak ada perubahan pada diri Zaenal. Selalu dikenal sebagai perawat yang sangat baik budi. Buah dari pernikahan yang berlangsung pada 6 November 1999, menghasilkan tiga buah hati. Anak pertamanya kelas 3 SMA, anak keduanya kelas 1 SMA dan anak terakhirnya saat ini sudah duduk di bangku kelas 2 SD. Anak keduanya sangatlah dekat dengan ayahnya. Bahkan, sampai bercita-cita mengikuti jejak Zaenal menjadi perawat.
Tenaga Kesehatan Mulai Kelelahan
Kisah pahit yang dialami Muslikah diharapkan tidak terjadi pada keluarga tenaga kesehatan yang lain. Sebagai seorang bagian dari tenaga medis, Muslikah juga berpesan kepada para teman sejawatnya untuk betul-betul menerapkan protokol kesehatan. Utamanya memakai masker dan hand sanitizer.
Muslikah sangat prihatin karena banyak masyarakat yang belum sadar akan bahaya virus corona. Padahal kondisi saat ini banyak tenaga kesehatan yang mulai kelelahan. Muslikah berharap masyarakat Indonesia bisa melihat jerih payah para pahlawan medis yang sudah mempertaruhkan nyawanya untuk memerangi virus ini.
"Kami yang di puskesmas sudah sangat merasa kelelahan. Covid-19 ini benar-benar ada dan terbukti sudah banyak menembus korban termasuk suami saya. virus ini tidak pandang bulu, bisa menjangkit siapa saja," ungkap dia.
Jumlah perawat di Indonesia tahun 2020, terhitung 1 juta orang. Bila asumsi masyarakat Indonesia 267 juta jiwa, artinya satu orang perawat harus melayani 267 orang. Atau 1:267. Adapun sebanyak 3.000 perawat tersebar di empat provinsi kini terinfeksi virus corona. Selama masa pandemi, juga tercatat sudah 85 perawat gugur selama menjalani tugas.
Kondisi tersebut membuat Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif khawatir, kedepannya akan semakin banyak tenaga medis yang tumbang. Pihaknya meminta masyarakat Indonesia betul-betul bisa membuka hati untuk merasakan perjuangan para tenaga kesehatan.
"Fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan terbatas, tapi kasus meningkat terus. kekhawatiran kita juga jadi meningkat terus. Kita jadi punya beban lebih berat dibanding bencana atau pandemi sebelumnya yang sudah pernah kita alami," ujar Harif kepada merdeka.com.
Kewajiban untuk menerapkan protokol kesehatan juga terus digaungkan. Hanya dengan cara itu upaya untuk menekan penyebaran kasus. Jika penyebaran kasus bisa dikendalikan maka beban tenaga medis lebih ringan. Jadi jangan lupa untuk selalu menggunakan masker dan hand sanitizer. Serta jangan lupa untuk selalu jaga jarak saat berada diluar rumah.
Baca juga:
INFOGRAFIS: Ada 6 Versi Vaksin Merah Putih yang Dikembangkan 6 Institusi
5 Fakta Saat Penerbangan Cetak Rekor Sejak Pandemi di Bandara Angkasa Pura II
Libur Panjang, Satgas Covid-19 Sumut Perketat Protokol Kesehatan di Lokasi Wisata
Sukarelawan Pemakaman Pasien Covid-19 di Papua Belum Dibayar Sejak Maret
Enam Warga Pastoran SMA di Semarang Positif Corona, Saat Ini Sedang Jalani Karantina
Pakar Imunisasi: Jika Tidak Aman, Vaksin Covid-19 Tak Akan Sampai Uji Klinik Fase 3
Baca Selanjutnya: Tenaga Kesehatan Mulai Kelelahan...
(mdk/ttm)
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami