Harga Minyak Dunia Kembali Turun di Tengah Melonjaknya Produksi AS
Merdeka.com - Harga minyak kembali bergerak turun pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB). Ini memperpanjang pelemahan baru-baru ini di tengah kekhawatiran melonjaknya produksi minyak AS dan permintaan global yang menurun, terutama mengingat sengketa perdagangan yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan China.
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, turun USD 0,24 menjadi menetap pada USD 52,07 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret, turun USD 0,14 menjadi ditutup pada USD 61,18 per barel di London ICE Futures Exchange.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam laporan pasar bulanannya, memangkas proyeksi rata-rata permintaan minyak mentah pada 2019 menjadi 30,83 juta barel per hari, turun 910.000 barel per hari dari rata-rata 2018.
OPEC mengatakan, produksinya turun 751.000 barel per hari pada Desember, menunjukkan sedang dalam perjalanan untuk memenuhi persyaratan kesepakatan pemotongan produksi di antara negara-negara anggota OPEC dan produsen lain, termasuk Rusia.
Meskipun eksportir OPEC dan sekutunya memangkas produksi, produksi AS telah melonjak mendekati 12 juta barel per hari pada minggu terakhir, serta beberapa pedagang dan investor khawatir bahwa pertumbuhan pasokan global tahun ini akan melebihi permintaan.
"Itu akan membebani pasar setidaknya sampai kita mendapatkan beberapa informasi baru, termasuk dari OPEC," kata Thomas Saal, wakil presiden senior INTL Hencorp Futures di Miami.
Namun, kata Saal, investor sudah memperkirakan peningkatan produksi AS dan memperhitungkannya ke dalam pasar, "jadi itu sebabnya harga turun sedikit dan tidak turun banyak."
Produksi AS telah naik sebesar 2,4 juta barel per hari sejak Januari 2018 serta stok minyak mentah dan produk-produk olahan meningkat tajam, data Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan.
Menanggapi penurunan harga di paruh kedua tahun lalu, OPEC dan non-anggota berencana untuk memangkas produksi secara bersama sebesar 1,2 juta barel per hari tahun ini.
Harga minyak masih sekitar 20 persen di atas posisi terendah yang dicapai pada akhir Desember, tetapi analis mengatakan Brent telah diperdagangkan di harga serendah USD 60 dan minyak mentah AS di serendah USD 50 karena kegelisahan yang berkelanjutan tentang hubungan antara Washington dan Beijing dan prospek ekonomi China.
"Brent harus bergerak melewati 62 dolar AS sebelum kita dapat berbicara tentang USD 65," kepala komoditas BNP Paribas Harry Tchilingurian mengatakan kepada Reuters Global Oil Forum.
"Dari sana, pintu akan terbuka untuk menargetkan 70 dolar AS, (jika) kita tidak memiliki berita negatif yang muncul di sekitar pembicaraan perdagangan AS-China yang menyebabkan tingkat kecemasan dan de-risiko yang tinggi pada Desember lalu."
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Data pertumbuhan ekonomi ini melemahkan harga minyak di awal sesi, namun para pedagang menyadari pasar minyak sedang ketat dan situasi di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaPertamina tidak menaikkan harga BBM meski harga minyak dunia merangkak naik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat melemah.
Baca SelengkapnyaUsai Pemilu 2024, Arifin pun mempersilakan penjualan BBM non-subsidi kepada masing-masing badan usaha, mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tujuan serangan sebagai bentuk dukungan kepada Palestina ketika Israel dan Hamas melancarkan perang.
Baca SelengkapnyaPHE hingga Juni 2023 mencatatkan produksi minyak sebesar 570 ribu barel per hari (MBOPD) dan produksi gas 2757 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Baca SelengkapnyaHal ini merespons isu kenaikan harga minyak kita akibat kurangnya realisasi domestic market obligation (DMO) oleh produsen.
Baca SelengkapnyaSpanyol hanya menanam sekitar 666.000 metrik ton pada musim tanam 2022-2023.
Baca SelengkapnyaHarga BBM di SPBU Pertamina tidak mengalami kenaikan per 1 Maret 2024 ini.
Baca SelengkapnyaIndonesia masih mampu memenuhi kebutuhan bawang merah dalam negeri tanpa harus impor.
Baca Selengkapnya