Merdeka.com - Pemerintah dan pengusaha sepakat untuk menetapkan harga jual nikel untuk diserap di dalam negeri sebesar USD 30 per metrik ton sebagai jawaban atas keluarnya larangan ekspor bijih (ore) nikel karena sejumlah pelanggaran.
Kesepakatan bahwa harga ore (bijih) yang diterima oleh teman-teman smelter harganya adalah harga internasional dikurangi transhipment dan pajak, kurang lebih maksimal 30 dolar AS per metrik ton, dan itu semua sepakat, tidak ada yang tidak sepakat," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dikutip Antara, Selasa (12/11).
Menurut Bahlil, kesepakatan harga itu berlaku untuk bijih nikel berkadar di bawah 1,7 persen hingga 31 Desember 2019 sebelum larangan ekspor benar-benar diimplementasikan per 1 Januari 2020. Untuk 2020, pemerintah akan melakukan kaji ulang atas penetapan harga bijih nikel dalam negeri yang baru.
"Batasnya hanya sampai 31 Desember 2019. Kalau 1 Januari 2020 nanti lain lagi, ini darurat," imbuhnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengaku setuju dengan kesepakatan itu sebagai upaya mendukung program pemerintah soal hilirisasi.
"Jangan semua jual tanah dan air, tapi tolong jangan juga kami penambang terlalu ditekan sehingga bagaimana kami mau dukung hilirisasi kalau kami sendiri tidak terbantu," kata Meidy.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) Haykal Hubeis juga menyetujui kesepakatan tersebut dan akan berupaya untuk melaksanakan kesepakatan.
Dari 37 perusahaan yang mengantongi izin ekspor, sembilan perusahaan telah lolos verifikasi ekspor, dua perusahaan masih dalam proses verifikasi dan sisa 26 perusahaan kemungkinan akan menjual nikelnya di dalam negeri dengan ketentuan harga tadi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan membeberkan beberapa alasan dipercepatnya pelarangan ekspor bijih (ore) nikel. Salah satunya, yakni temuan lonjakan ekspor terhadap komoditas tersebut.
Luhut menyebut, selama dua bulan terakhir, lonjakan ekspor bijih nikel naik tiga kali lipat atau menjadi 100-130 kapal ekspor per bulan. Padahal normalnya hanya mencapai 30 kapal saja setiap bulannya.
"Lonjakan luar biasa terjadi sudah dua bulan dari awal September. Itu merusak dan merugikan negara. Kamu (eksportir) manipulasi kadar dan kuota yang dijual," kata dia di Kantornya, Jakarta, Selasa (29/10).
Jumlah ekspor yang melebihi kuota terjadi akibat aturan pemerintah yang melarang percepatan ekspor bijih nikel dari sebelumnya 2022 menjadi 1 Januari 2020. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang diterbitkan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Meski begitu, dia belum tahu berapa jumlah eksportir nikel yang tercatat melebihi kapasitas ekspor. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan KPK, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Bea Cukai, dan Kementerian ESDM untuk memetakan perusahaan yang ekspor melebihi kuota. (mdk/azz)
Baca juga:
Koalisi Masyarakat Sipil Minta Kegiatan Tambang Nikel di Pulau Wawonii Dihentikan
Patuh Aturan, 9 Perusahaan Kembali Bisa Ekspor Nikel
Pemerintah Pelototi Eksportir Nakal yang Ekspor Nikel Lebihi Kuota
Menko Luhut Cabut Aturan Larangan Ekspor Nikel untuk Eksportir yang Tertib
Pemerintah Masih Tunggu Investigasi Soal Sanksi Dugaan Over Kuota Ekspor Nikel
Luhut Sebut Presiden Perintahkan KPK Awasi Investasi di Atas USD 1 Miliar
Investasi Asing Rp700 Triliun Masuk Indonesia Terkendala Perizinan
Bos BKPM Sebut 59 Investor China Bakal Pindahkan Pabrik ke Jawa Tengah
Muatan Truk Trailer Hantam JPO di Matraman
Bahlil Ingin Investasi yang Masuk ke Indonesia Ikut Gerakkan UMKM
Kebingungan Para Menteri di Rapat Koordinasi Perdana Menko Airlangga
Ini Alasan Pemerintah Percepat Pelarangan Ekspor Nikel
Respons Pengusaha Soal Pelarangan Ekspor Bijih Nikel yang Dimajukan
Kebijakan Perdana Bos BKPM: Majukan Pelarangan Ekspor Bijih Nikel
Bahlil Lahadalia: Sudah 10 Tahun Keluar dari Partai Golkar
Sopir Halusinasi Lihat Rombongan Orang, Pikap Terperosok ke Sungai Gajah Wong
5 Makanan yang Bisa Sangat Berguna Atasi Bibir Kering dan Pecah-Pecah
Peringati Hari Antikorupsi, Polisi di Kepri Bagikan Makanan ke Buruh
Baru Jabat Kapolda Kaltim, Irjen Muktiono Ingatkan Anak Buah Netral di Pilkada
Begini Kabar 12 Pemeran Lupus Milenia Sekarang, Banyak yang Bikin Pangling
Aksi Didi Kempot Hibur Sobat Ambyar di SCBD
Pemanasan Global Mengancam, Komunitas Perusahaan Ajak Pelaku Bisnis Peduli Lingkungan
Karyawan Pabrik di Sleman Keracunan, Polisi Periksa Penyedia Katering
2 Kecamatan dan 4 Desa di Lebak Diterjang Banjir Bandang
Ini Cara Hindari Serangan Harimau Sumatera Menurut Kapolsek Pagar Alam
Kumpulkan Donasi untuk Seniman, Didik Nini Thowok Mengamen di Malang
Coba Kabur, Pengedar Narkoba di Koja Ditembak Mati Polisi
Demi Bayar Utang Resepsi Pernikahan, Seorang Pria Curi Motor di UGM
76 Persen Karhutla di Indonesia Berada pada Lahan Terlantar
Pesan Megawati ke Anggota Dewan PDIP: Jangan Lupa Diri dan Mabuk Kekuasaan
Tak Cuma Emirsyah Satar, Pejabat Garuda Lain Diduga Ikut Kecipratan Aliran Suap
Ular Sanca 2 Meter Bikin Geger Warga Palmerah
Model Desy Rabb Meninggal Dunia, Keluarga Bantah Akibat Suntik Pemutih
Janjikan Calon Perawat Kerja di RS, Wahyudi Minta Imbalan Foto Bugil
13 Kamera Trap untuk Memantau Harimau Dicuri, Dijual Pelaku Rp500 Ribu
KPK Tanggapi PKPU Luluskan Eks Koruptor Maju Pilkada 2020: Enggak Ada yang Lain?
Tim Kuasa Hukum Sebut Surat Pergantian dan Honor Shalfa Tidak Sesuai
Presiden Jokowi Kenang Masa Susah, Mau Pinjam Modal ke Bank Tapi Tak Punya Agunan
Inilah Para Pemenang Daihatsu Setia 2019, Pemenang I Hadiahnya Berlibur ke Jepang
PDIP Gelar Survei Tentukan Calon yang Diusung di Pilkada Malang
Tanggapi DPRD, Dinkes DKI Belum Terima Keluhan Keberadaan RPH Babi di Kapuk
Kasus Penumpang Bercanda Bawa Bom, GM Bandara Adisutjipto akan Tempuh Jalur Hukum
5 Hari Tertimbun Longsor, Bapak dan Anak di Rokan Hulu Ditemukan Tewas