Imbas Pandemi, OJK Catat Kredit Perbankan 2020 Minus 2,41 Persen
Merdeka.com - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, mengatakan selama pandemi Covid-19 kinerja industri jasa keuangan mengalami perlambatan. Kredit perbankan tahun 2020 mengalami tekanan dan terkontraksi minus 2,41 persen (yoy).
"Kredit perbankan terkontraksi minus 2,41 persen karena banyak perusahaan korporasi yang belum berjalan dengan penuh, sehingga kredit modal kerja ini masih tertahan," kata Wimboh dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021 di Jakarta, Jumat, (15/1).
Meski begitu, kredit bank BUMN masih tumbuh 0,63 persen. Kredit BPD juga tetap tumbuh 5,22 persen. Bank Syariah tumbuh 9,5 persen.
"Beberapa kelompok Bank BUMN tetap tumbuh 0,63 persen, BPD tumbuh 5,22 persen dan Bank syariah tumbuh 9,5 persen," kata dia.
Sejalan dengan itu, Wimboh mengatakan likuiditas perbankan masih cukup memadai. Ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp 2.111 triliun. Meningkat dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 1.251 triliun.
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan juga tumbuh sebesar 11,11 persen (yoy). Alat likuid per non-core deposit 146,72 persen dan liquidity coverage ratio 262,78 persen, lebih tinggi dari threshold-nya.
Faisal Basri Sentil Kredit Perbankan yang Mandeg Meski Suku Bunga BI Telah Turun
Ekonom senior, Faisal Basri, mengkritik kinerja perbankan setelah terjadinya kontraksi penyaluran kredit. Padahal, Bank Indonesia dinilai telah bermurah hati dengan berulang kali menurunkan suku bunga acuan hingga ke level 3,75 persen.
"Kita lihat nih, ini kelakuan perbankan nih, walaupun bunga turun terus tapi ada kelemahan sektor perbankan. Kreditnya bahkan mengalami kontraksi tuh," kesalnya dalam webinar bertajuk "Rencana Akuisisi/Holding Perusahaan Sehat dalam kaitan Ekosistem dan Integrasi Data UMKM," Rabu (13/1).
Pendiri Indef itu menjelaskan, seharusnya pihak perbankan menjadikan penurunan suku bunga acuan sebagai momentum untuk meningkatkan realisasi penyaluran kredit. Atau minimal bisa menekan terjadinya penurunan permintaan kredit agar mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
"Jadi, kan idealnya kalau dalam keadaan normal kalau suku bunga turun terus, dunia usaha kan pinjem terus kan. Nah ini bunga turun kok dunia usaha tidak mau pinjem," terangnya.
Kendati demikian, dia menilai anjloknya realisasi penyaluran kredit juga dipicu oleh belum maksimalnya upaya pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 di Tanah Air. Walhasil aktivitas bisnis menjadi terganggu dan membuat pelaku usaha berpikir dua kali untuk mengajukan kredit kendati tren penurunan suku bunga berlanjut.
"Jadi, sehebat-hebatnya perbankan ngasih bunga murah gitu. Ya, kalau Covid-19 nya tidak diselesaikan ini tidak jadi bantuan juga buat pelaku usaha atau UMKM itu," kerasnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Industri perbankan melanjutkan tren pertumbuhan yang positif, dengan kredit tetap tumbuh double digit di bulan Februari.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan kredit didukung oleh kinerja penjualan dan investasi korporasi yang diperkirakan terus meningkat.
Baca SelengkapnyaOptimistis tersebut juga ditopang dengan dukungan dari sisi permodalan bank yang kuat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Di sisi lain likuiditas industri perbankan pada bulan November 2023 dalam level yang memadai.
Baca SelengkapnyaPeningkatan kredit atau pembiayaan didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan tetap terjaganya kinerja korporasi.
Baca SelengkapnyaPadahal, lanjut Jokowi, dukungan kredit perbankan amat diperlukan pelaku UMKM dalam menjalankan maupun mengembangkan skala bisnisnya.
Baca SelengkapnyaIni sebagai upaya OJK memperkuat upaya pelindungan konsumen di sektor jasa keuangan.
Baca SelengkapnyaData Bank Indonesia mencatat, indeks penjualan riil atau IPR pada Februari 2024 tercatat 214,1.
Baca SelengkapnyaPeningkatan sektor kredit produktif ditopang oleh tingginya pertumbuhan segmen mikro, segmen ritel dan menengah, dan segmen korporasi.
Baca Selengkapnya