Merdeka.com - Selain kasus gagal bayar Jiwasraya, asuransi tertua di Indonesia, AJB Bumiputera 1912, juga alami gagal bayar. Bahkan jumlah nasabah Bumiputera yang berpotensi tidak cair dananya mencapai jutaan orang.
Laporan Bank Dunia yang dikutip dari berbagai sumber menyebutkan, sekitar tujuh juta nasabah Bumiputera dengan lebih dari 18 juta polis potensial terkena gagal bayar. Artinya, tujuh juta orang atau lebih kemungkinan besar tidak bisa menerima duitnya, meski polisnya jatuh tempo atau habis kontrak. Tahun ini saja ada 200 ribu nasabah yang duitnya mesti dibayarkan Bumiputera.
Merdeka.com mewawancarai beberapa nasabah asuransi Bumiputera yang berani buka suara soal duitnya tidak tak kunjung cair.
Sebut saja namanya Budi, ayah dua anak yang tinggal di kawasan Tangerang, Banten. Hingga kini Budi masih geram karena polis asuransi pendidikan Bumiputeranya tak kunjung cair, meski habis kontrak pada Juli tahun ini. Padahal polis asuransi ini diandalkan untuk membayar biaya kuliah tahun pertama anak sulungnya pada Agustus lalu.
Sejak kontraknya habis, Budi rajin menyambangi kantor cabang AJB Bumiputera di Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Hampir setiap pekan dia mampir untuk menanyakan nasib duitnya. Namun, setiap pekan pula dia menerima kabar tak menyenangkan. Asuransi Bumiputera gagal bayar alias tidak mampu membayar uang pertanggungannya akibat kesulitan keuangan.
Meski berkali-kali menerima kabar tanpa kepastian waktu pembayaran polisnya, Budi tetap rajin mampir ke kantor Bumiputera Tanah Kusir itu. Sementara waktu pembayaran tahun pertama kuliah sang anak semakin mepet.
"Saya marah besar minta kepastian pencairan dana. Kalau tidak ingat anak, saya sudah obrak-abrik itu kantor," ujar Budi menceritakan kegeramannya pada Merdeka.com, baru-baru ini.
Kepala Budi semakin panas, karena memiliki polis kedua di Bumiputera. Polis asuransi pendidikan senilai puluhan juta rupiah itu terancam bernasib sama dengan polis pertamanya. Polis asuransi untuk anak kedua ini akan habis pada 2022.
Kini si sulung sudah masuk kuliah sejak Agustus lalu. Uang polisnya yang rajin dibayarkan setiap tahun itu tak kunjung keluar hingga kini.
"Saya dijanjikan (dana) akan cair pada Januari tahun depan," ujarnya dengan nada pasrah.
Senasib dengan Budi, ada Ibu Mawar (nama samaran) yang tinggal di Kota Tangerang. Ibu Mawar juga memiliki polis asuransi pendidikan Bumiputera yang habis kontrak pada Juli tahun ini. Pencairannya dananya juga tak jelas rimbanya. Niatnya ikut asuransi pendidikan untuk mendapat perlindungan (proteksi) untuk biaya kuliah sang anak kelak malah gagal total.
Ibu Mawar menceritakan pada awal Juli lalu dia dan suami ke kantor cabang Bumiputera Kota Tangerang. Waktu itu dia minta kepastian waktu pencairan duitnya karena pada Agustus lalu harus membayar biaya kuliah sang anak.
"Tidak ada kepastian dari Bumiputera Tangerang. Premi itu kami bayarkan dari gaji saya dan suami bertahun-tahun untuk biaya kuliah anak-anak. Kami kan ikut asuransi untuk terproteksi, ini justru kami tidak dapat proteksi, tapi dizalimi Bumiputera," ujar Ibu Mawar.
Ibu Mawar mengaku sempat dijanjikan duitnya cair pada November tahun ini. Tapi janji tinggal janji. Hingga berita ini ditulis, polis asuransi pendidikan Ibu Mawar tak kunjung cair.
"Saya baru mendapat surat dari Bumiputera, diusahakan duit saya cair Juli 2021. Baru diusahakan tanpa kepastian. Kalau begini seperti antrean naik haji harus menunggu uang kita sendiri bertahun-tahun," ujarnya sedih.
Penulis juga 'korban' Bumiputera, karena memiliki polis asuransi pendidikan Beasiswa Berencana dengan masa kontrak 1 Januari 2003 hingga 1 Januari 2019. Namun, sejak kontrak habis, penulis tidak pernah mendapat kepastian kapan dananya bisa cair.
Kemarin, Kamis (19/12), penulis mendatangi kantor cabang Bumiputera Kota Tangerang untuk meminta kepastian pencairan duitnya, meski terdaftar di Kantor Cabang Bumiputera BSD City. Karena Kantor Cabang BSD City ini sudah ditutup sejak medio 2019, sehingga semua pelayanan nasabahnya dialihkan ke Kota Tangerang.
Penulis diterima oleh Helmi, Kepala Cabang Bumiputera BSD City --pejabat baru karena Kepala Cabang sebelumnya, Ibu Dyah, dimutasi ke Cabang Daan Mogot.
Menurut Helmi, nama penulis belum ada dalam daftar tunggu (antrean) nasabah yang duitnya siap dibayar Bumiputera. Penulis hanya mendapat secarik kertas yang menginformasikan klaim penulis sudah diajukan dan disetujui oleh kantor wilayah serta departemen klaim (kantor pusat Bumiputera). Tapi waktu pencairan duit penulis tidak bisa dipastikan kapan; apakah tahun depan (2020) atau 2021.
"Sebagai kantor cabang, kami tidak bisa pastikan kapan duit bapak bisa keluar. Karena kantor pusat memberikan kuota dana. Kami hanya dapat dana pencairan nasabah Rp 20 juta per pekan, sedangkan jumlah nasabah Bumiputera BSD City saja total ada 625 orang. Jadi terus-terang kami tidak bisa berikan kepastian waktu kepada bapak," ujar Helmi.
Sebenarnya pada Juli lalu penulis pernah mendapat telepon dari Ibu Dyah, Kepala Cabang Bumiputera BSD City. Dari ujung telepon, Ibu Dyah menjelaskan kondisi kesulitan keuangan Bumiputera sejak tahun lalu, sehingga pembayaran klaim penulis paling cepat dua tahun lagi.
Siaran pers tertanggal 1 Oktober 2019 di laman Bumiputera menyebutkan, karena ada manajeman baru AJB Bumiputera 1912, maka manajemen melakukan proses penjadwalan ulang pembayaran klaim nasabah, sehingga proses pembayaran klaim pemegang polis terlambat dari waktu seharusnya.
"Pada 2018, total klaim yang dibayar Bumiputera sebesar Rp3,9 triliun dan pada 2019 sampai dengan 25 September pembayaran klaim mencapai Rp2,1 triliun," demikian siaran pers yang ditandatangani oleh Dena Chaerudin, Direktur SDM.
Berdasarkan data dari beberapa sumber, hingga 31 Desember 2018, asuransi Bumiputera tersebut mencatat defisit lebih dari Rp20 triliun. Ini akibat aset Bumiputera drop menjadi Rp10,28 triliun, sedangkan liabilitasnya Rp31 triliun sehingga ada selisih antara aset dan kewajiban sebesar Rp20,7 triliun.
Pada Juli lalu, penulis mengadukan masalahnya ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lewat e-mail resmi pengaduan. Namun, pengaduan e-mail penulis tidak direspons dengan cepat dan baik oleh regulator dan pengawas industri keuangan non-bank di republik ini.
Hingga tiba-tiba pada 4 Desember lalu, penulis menerima e-mail balasan dari OJK. Bayangkan, pengaduan penulis baru dibalas oleh OJK lima bulan kemudian!
Korban Bumiputera juga melanda kalangan atas. Seorang presiden direktur perusahaan ternama di Indonesia mengaku dana asuransinya tidak bisa dicairkan, padahal kontraknya habis sejak Oktober 2018. Dan sepanjang tahun ini dananya belum cair sepeser pun.
Menurut presdir yang minta namanya dirahasiakan ini, dia sudah meminta stafnya ke kantor Bumiputera untuk menanyakan kembali nasib duitnya.
"Hingga hari ini belum ada perkembangan (kepastian waktu pencairan)," katanya pada Merdeka.com, Kamis (19/12).
Begitulah nasib nasabah asuransi di republik ini. Ikut asuransi untuk mendapat perlindungan/proteksi, justru mendapat masalah. Nestapa ini belum berakhir dan masih berlanjut hingga dua tahun lagi, mungkin lebih.
Baca juga:
Kasus Asuransi Jiwasraya Telan Kerugian Rp23 T, Tanpa Titik Terang Sejak 2006
Kejagung: Investasi Pada Aset Berisiko, Jiwasraya Berpotensi Merugi Rp13,7 Triliun
Presiden Jokowi Yakinkan Solusi Kasus Gagal Bayar Jiwasraya Sudah Ada
Kementerian BUMN Masih Cari Solusi Bayar Polis Asuransi Nasabah Jiwasraya
Hendak Mengadu ke Kementerian BUMN, Korban Jiwasraya Hanya Diterima Satpam
Menteri Sri Mulyani Siap Bawa Kasus Jiwasraya ke Polisi Hingga KPK
Baca Selanjutnya: Ikut Asuransi tapi Justru Tidak...
(mdk/sya)
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami