Sulit cari tanah, proyek 10.000 MW molor

Advertisement
Merdeka.com - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengakui ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terlambatnya penyelesaian percepatan megaproyek tenaga listrik kapasitas 10.000 MW tahap pertama.
Ketidaksiapan infrastruktur pendukung dan penjaminan dari pemerintah menjadi pokok persoalannya. Direktur Konstruksi PLN Nasri Sebayang mengatakan, penyebab terlambat proyek lantaran ketidaksiapan pengadaan tanah.
"Ada beberapa pembangkit kita yang tanda tangan kontrak lokasinya tidak pas, sehingga harus digeser. Membebaskan tanah itu tidak mudah," ungkap Nasri di kantor pusat PLN, Selasa (10/4).
Advertisement
Dia mencontohkan, pembangkit listrik 2x300 MW membutuhkan tanah seluas 80 hektar seperti Bengkayah, Pulau pisau yang akhirnya tidak bisa digarap karena masalah sengketa tanah. "Ada lagi di Bau-Bau, Gorontalo sejak 2007-2008 susah pembebasan tanah," katanya.
Persoalan lain adalah masalah keterlambatan efektifnya kontrak peminjaman dana jaminan dari pemerintah. "Sehingga Kemenkeu keluarkan jaminan. Itu buat kontrak jadi tidak efektif. Kita lihat di Mei 2007 tanda tangan kontrak tetapi efektifnya 2010 sehingga masalah pendanaan ini juga bikin proyek mundur. Kita terpaksa memproses pendanaan dari asosiasi asbanda," jelasnya.
Persoalan yang tidak kalah penting adalah peralatan dari China yang banyak dikeluhkan, sehingga banyak pembangkit yang terpaksa mundur pengoperasiannya. PLN sudah dibantu oleh konsultan untuk mengawasi quality control pembangunan. Sebab, pada dasarnya PLN tidak pernah kenal dengan teknologi China.
"Di Paiton trafo 800 MVA ketika diberi tegangan jadi kosong dan satu trafo nilainya ratusan miliar. Bukan kita yang tanggung jawab tetapi kontraktornya. Kita hanya rugi waktu karena satu trafo butuh 8 bulan," pungkasnya.
TOPIK TERKAIT
Advertisement
Advertisement
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami