Berawal dari Kena PHK, Pria Ini Kembangkan Metode Efisien Beternak Kambing Tanpa Harus “Ngarit”
Tak semua peternak kambing di sekitar tempat tinggalnya bisa menerima metode tersebut karena mereka sudah terbiasa dengan "cara lama".
storyBerawal dari Kena PHK, Pria Ini Kembangkan Metode Efisien Beternak Kambing Tanpa Harus “Ngarit”
Tak semua peternak kambing di sekitar tempat tinggalnya bisa menerima metode tersebut karena mereka sudah terbiasa dengan "cara lama".
Nasib apes harus dihadapi Widodo (52), pria asal Padukuhan Sorolaten, Kalurahan Sidokarto, Godean, Sleman pada tahun 2008.
Saat itu ia kena PHK setelah pabrik tempat ia bekerja di Tangerang, Banten tutup. Padahal ia sudah bekerja di pabrik itu sejak tahun 1994. Setelah itu ia pulang ke kampung halamannya dan sempat cukup lama jadi pengangguran.
Namun ia tak ingin terus berlarut-larut menatapi nasib. Widodo kemudian berinisiatif ikut kursus ternak kambing dengan biaya pribadi. Dalam kursus itu, ia diajari cara beternak yang berbeda dari kebanyakan, yaitu dengan sistem pemberian pakan melalui fermentasi.
“Tujuan sistem fermentasi ini agar pekerjaan kita semakin ringan. Artinya walaupun kita beternak, tapi masih bisa melakukan aktivitas lain,” terangnya.
- PBB: 2023 Jadi Tahun Penderitaan, Banyak Orang Tertindas Kemiskinan dan Kelaparan
- Sempat Dilarang Ortu Jadi Petani, Pria Lulusan SMK Asal Humbahas Buktikan Sukses Beli Tanah Berhektar dari Panen Cabai
- Gunakan Metode Tanam yang Berbeda, Pria Ini Ungkap Rahasia Sukses Bisnis Sayuran Hidroponik di Riau
- PHK Bukan Akhir Segalanya, Pria ini Buktikan Usai di-PHK Hidupnya Justru Berubah Total dan Sukses
- VIDEO: Pengakuan Istri Pembunuh Wanita dalam Koper Sempat Kaget Lihat Suami Tiba-Tiba Rajin Salat
- Diupah Rp20 Juta, Dua Pria Nekat Kirim 99.250 Benih Lobster ke Vietnam
Pakan fermentasi itu dibuat menggunakan jerami, rumput, dan batang pohon pisang. Sedangkan bahan pendukung untuk masing-masing bahan tersebut adalah bekatul, garam, gula pasir, suplemen organik ternak, dan air.
Ketiga bahan pakan tersebut tidak dicampur menjadi satu, melainkan tetap dipisahkan menurut bahan bakunya. Setiap bahan baku tersebut punya kegunaan berbeda-beda bagi kambing.
“Bahan-bahan itu sebenarnya mudah diperoleh di lingkungan kita. Dari pada dibuang, dari pada terbengkalai, bagaimana kalau ini kita manfaatkan?” ujarnya.
Untuk merintis usaha tersebut, Widodo pertama-tama membeli 24 ekor kambing. Seperti peternak pemula pada umumnya, pada awalnya ia menghadapi banyak tantangan. Pada bulan pertama sampai bulan keempat, hampir 50 persen kambing ternaknya mati.
Seiring waktu, ternak kambing dengan pakan fermentasi itu membuahkan hasil. Angka kematian terus berkurang.
Selain itu waktu jadi lebih efisien di mana ia tidak perlu mencari rumput setiap hari untuk makan kambing ternaknya. Hal ini dikarenakan pakan fermentasi lebih awet dan tidak cepat basi.
Widodo kemudian memperkenalkan metode yang ia kembangkan itu ke peternak sekitar. Namun tak semua peternak kambing di sekitar tempat tinggalnya bisa menerima metode tersebut. Banyak dari mereka berpikir bahwa metode pemberian pakan fermentasi itu terlalu ribet dan lebih mahal.
“Dulu banyak peternak yang ikut cara ini. Tapi menurut mereka terlalu ribet, tambah-tambah biaya. Lama-lama mereka bosan. Pikir mereka lebih praktis cari rumput,” imbuhnya.
Bagaimanapun, Widodo dianggap berhasil mengembangkan metode pemberian pakan dengan fermentasi. Beberapa kali ia diundang oleh stasiun televisi lokal untuk menjelaskan metode yang ia terapkan.
(Foto: YouTube Widodo Jogja)
Di samping itu, efisiensi waktu dalam mengurus kambing-kambing ternaknya membuat Widodo bisa merambah ke sektor usaha lain. Salah satunya adalah semut kroto.
Bagi Widodo, beternak semut kroto sangat potensial karena kebutuhan akan kroto tidak pernah habis. Telur semut atau kroto yang dihasilkan biasanya digunakan untuk pakan burung ocehan, campuran pembuatan pelet, serta bahan baku suplemen dan kuliner.
Selain kroto, Widodo juga pernah mencoba beternak bebek dan burung. Namun kedua usaha itu terhitung gagal ia jalankan.
Pelanggan Setia BRI
Untuk perbankan, Widodo mengaku sebagai pelanggan setia Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dengan statusnya sebagai pelanggan setia BRI, ia berharap pembinaan dari BRI untuk usahanya.
Dalam menjalankan usaha ternaknya, Widodo beberapa kali meminjam modal melalui layanan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disediakan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu. Biasanya ia meminjam uang di kisaran Rp25-100 juta untuk modal usaha.
Namun akhir-akhir ini ia ditawarkan untuk meminjam uang dengan kisaran nominal di atas Rp100 juta. Ia keberatan untuk menerima tawaran itu karena menurutnya bunganya terlalu tinggi.
“Bunganya tinggi sekali kalau pinjam uang lebih dari Rp100 juta. Jadi untuk petani-petani seperti saya ini dikasih yang murah saja. Kalau suku bunganya terlalu tinggi nanti kapok pelanggannya,” tutur Widodo tanpa menjelaskan seberapa besar suku bunga tersebut.