Usaha Spa Masuk Kategori Kebugaran, Tidak Tepat Dikenakan Pajak Hiburan
Kenaikan pajak ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kenaikan pajak ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pengusaha yang bergerak di sektor industri hiburan menjerit, ketika pemerintah menaikan pajak sebesar 40-75 persen untuk kegiatan usaha hiburan, termasuk spa dan karaoke.
Kenaikan pajak ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari, menilai bahwa kegiatan usaha spa, pijat refleksi dan kebugaran lainnya tidak tepat jika dikenakan pajak hiburan.
"Spa itu kan bukan hiburan, dia itu kegiatan wellness tourism. Kalau dikenakan pajak hiburan, bisa merusak pariwisata kita. Pengunjung lebih memilih spa di Thailand karena tidak dikenakan pajak," kata Azril kepada merdeka.com, Jumat (19/1).
Azril juga mendorong agar implementasi pajak hiburan yang tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022, dapat ditunda hingga adanya persamaan standar nilai pajak di daerah.
Dia mengatakan, nilai pajak hiburan di Bali dan Aceh sangat wajar berbeda, namun yang harus diperhatikan adalah kesepahaman untuk menentukan nilai pajak hiburan antara Pemda dengan pemerintah pusat.
Sehingga, imbuhnya, pengusaha dapat mentolerir nilai yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kesepahaman yang sama.
"Kalau menurut saya ini ditunda dulu karena ini akan menghancurkan pariwisata kita," ujarnya.
Perlu diketahui, pajak hiburan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam aturan tersebut, disebutkan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Pajak hiburan merupakan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. Pajak ini dibayarkan oleh konsumen sehingga pelaku usaha hanya memungut pajak yang telah ditetapkan. Pajak hiburan bahkan menjadi salah satu penopang penerimaan pajak di daerah.
Dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Jumat (15/12/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pajak daerah tumbuh terutama didorong oleh peningkatan realisasi pajak dari sektor ekonomi yang bersifat konsumtif seperti pajak hotel, hiburan, restoran, dan parkir.
Adapun penerimaan pajak daerah hingga November 2023 tercatat sebesar Rp212,26 triliun atau tumbuh 3,8 persen secara tahunan dari sebelumnya Rp204,51 triliun.
Mengingat pemerintah menaikkan pajak bagi penyedia jasa hiburan sebesar 40 persen - 75 persen.
Baca SelengkapnyaPenyesuaian pungutan pajak ini merupakan komitmen pemerintah dalam pengembangan pariwisata di daerah.
Baca SelengkapnyaMendagri Tito menilai, gugatan yang dilayangkan pelaku usaha spa tersebut merupakan hak dari pelaku usaha atas regulasi pemerintah.
Baca SelengkapnyaPemda Bali telah menggelar rapat bersama seluruh wali kota setempat untuk menyepakati besaran tarif pajak hiburan karaoke hingga spa di bawah 40 persen.
Baca SelengkapnyaUpaya peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait besaran pajak spa dan klasifikasinya ke jasa hiburan, diharapkan merevisi besaran tarif pajak spa.
Baca SelengkapnyaPHRI Bali akan memperjuangkan agar para pengusaha SPA di Bali tetap eksis.
Baca SelengkapnyaPengusaha menilai kenaikan itu tergesa-gesa. Padahal Bali saja bangkit usai pandemi.
Baca SelengkapnyaBesaran tarif pajak tersebut sesuai dengan ketentuan untuk objek pajak barang jasa tertentu.
Baca SelengkapnyaAda pun lini bisnis yang terdampak kenaikan pajak hiburan antara lain karaoke, kelab malam hingga spa.
Baca Selengkapnya