Sejarah Kirab Tedhak Loji, Unjuk Kewibawaan Raja Tanah Jawa Terhadap Rezim Kolonial
Kirab ini selalu berlangsung megah yang mengisyaratkan tingginya wibawa raja tanah Jawa.
historySejarah Kirab Tedhak Loji, Unjuk Kewibawaan Raja Tanah Jawa Terhadap Rezim Kolonial
Kirab ini selalu berlangsung megah yang mengisyaratkan tingginya wibawa raja tanah Jawa
Upacara Tedhak Loji merupakan prosesi hadirnya Sunan atau Sri Sultan pada acara yang diadakan di Loji atau rumah gubernur.
Biasanya keberangkatan Sultan menuju loji disertai dengan kirab akbar yang terdiri dari parade kereta kebesaran. Selain itu, acara kirab juga diikuti oleh para bangsawan dan prajurit beserta abdi dalem keraton.
- Jejak Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia, Berawal dari Perusahaan Besar Milik Belanda di Pantai Timur Sumatra
- Kisah Buruh Perkebunan Karet di Aceh Timur, Gelombang Rekrutan Kuli dari Masyarakat Jawa
- Kota Semarang Dulunya adalah Lautan, Begini Sejarahnya
- Menilik Sejarah Gedung Balai Kota Padang, Bangunan Klasik yang Kental dengan Budaya Kolonial
- Saksi Ganjar Ceritakan Simpatisan Ditangkap dan Dipukuli Karena Bentangkan Spanduk 03
- Kwarnas Minta Nadiem Makarim Revisi Aturan Siswa Tak Wajib Ikut Ekskul Pramuka
Prosesi ini juga menjadi unjuk kebolehan para raja dan bangsawan Jawa di mata para penjajah.
Dilansir dari kanal YouTube Bauwarna, upacara tersebut diperkirakan sudah ada sejak tahun 1800-an, yaitu pada masa Pakubuwono IV di Surakarta, dan masa Hamengkubuwono III di Yogyakarta.
Menjelang abad ke-20, yaitu pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono IX, pelaksanaan Tedhak Loji digambarkan sangat megah.
Para prajurit keraton berjalan membawa panji-panji kebesaran. Sementara Sri Sunan bersama residen Belanda duduk di dalam Kereta Kuda Kencana yang ditarik 8 ekor kuda Australia. Sedangkan putra mahkota dan residen duduk di kereta kuda lain yang ditarik 6 ekor kuda, diikuti oleh barisan para pangeran yang juga menunggang kuda.
Ratusan abdi dalem mengiringi dengan berjalan kaki. Sebagian dari mereka membawa benda-benda pusaka dan regalia.
Para prajurit keraton dan tentara pengawal sunan berbaris di depan kereta Sunan. Saat kereta sunan melewati Benteng Vastenberg, barisan korps musik segera memainkan lagu Wilhelmus, disertai dentuman meriam sebagai tanda penghormatan.
Saat kereta sunan sudah memasuki halaman Loji Residen, maka para pangeran bergegas turun dari kuda untuk melakukan sembah, kemudian duduk di tanah sampai Sunan turun dari keretanya.
Sementara itu tempat duduk di dalam Loji Residen sudah diatur dengan sangat bagus. Mulai dari tempat turunnya Sunan dari kereta kencana hingga dibentangkannya permadani merah khusus untuk lantai yang akan dilalui sunan dan residen.
Setelah Sunan dan Residen lewat, para petugas langsung sigap menggulung permadani itu kembali agar orang lain tidak berkesempatan untuk menginjaknya.
Dalam gelaran Tedhak Loji, Sri Sunan selalu membawa seperangkat gamelan beserta para penari srimpi untuk dipertunjukkan di dalam pesta. Sri Sunan, tanpa disertai istri, mengikuti acara itu hingga pukul 3 pagi.
Ketika Sri Sunan kembali ke keraton, diadakanlah upacara penghormatan yang sama seperti yang berlangsung saat kedatangannya di Loji Residen.