Keputusan PTUN Soal Pemblokiran Internet Papua, Pelajaran Berharga Bagi Warga Sipil
Merdeka.com - Pemerintah dinyatakan bersalah atas kebijakan dan tindakan memperlambat dan memutus akses internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus dan September 2019. Menurut majelis hakim PTUN Jakarta, tindakan itu sebagai bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo dan Presiden RI. Demikian bunyi amar putusan yang dibacakan oleh Hakim Ketua Nelvy Christin pada Rabu (3/6).
Salah satu kuasa hukum penggugat, M Isnur menuturkan, ini kali pertama warga sipil menggunakan Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan. Terbukti berhasil. Peraturan itu bisa menjadi landasan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
"Pertama, Biasanya kita masyarakat sipil kalau menggugat pelanggaran hukum oleh pemerintah melalui perdata ke pengadilan negeri. Tetapi setelah adanya Perma 2 tahun 2019 yang memerintahkan dan meminta gugatan-gugatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemerintah atau pejabat pemerintah itu ke PTUN. Jadilah gugatan itu yang pertama menggunakan mekanisme Perma No 2 Tahun 2019," jelas Isnur saat konferensi pers daring, Kamis (4/6).
Dia menjelaskan Perma No 2 Tahun 2019 sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Warga sipil bisa berdiri di dasar hukum yang kuat ketika menggugat kebijakan pemerintah yang dinilai menyalahi hukum yang berlaku.
"Hal itu, menyebutkan bahwa tindakan pemerintah bisa digugat, jadi pada intinya saya ingin memberitahu apapun tindakan pemerintah dalam hal melakukan tapi salah, atau dia (pemerintah) wajib melakukan tetapi tidak melakukan itu bisa digugat ke PTUN. Semisal presiden bilang A atau harusnya A tapi tidak dilakukan. Nah itu bisa digugat," jelasnya.
Dia mengatakan, gugatan ini untuk memunculkan kesadaran publik agar tidak ragu menggugat jika kebijakan yang diambil pemerintah menyalahi aturan.
Pemerintah menghormati putusan Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN) Jakarta terkait perkara pemutusan atau pemblokiran akses internet di Papua. Dalam amar putusannya dikatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, dihukum untuk membayar biaya perkara tersebut sebesar Rp457 Ribu.
"Pemerintah menghormati. Belum diputuskan apa langkah hukum selanjutnya dari pihak Pemerintah," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, kepada merdeka.com, Rabu (3/6).
Dia menjelaskan, masih ada waktu 14 hari sebelum putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Pemerintah masih belum memutuskan langkah apa yang akan diambil.
"Akan dibahas lebih lanjut dengan jaksa pengacara negara. Yang jelas masih ada waktu 14 hari sejak putusan PTUN untuk putusan tersebut berkekuatan hukum tetap," kata Dini.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pantarlih adalah petugas yang dibentuk oleh PPS atau PPLN untuk melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih.
Baca SelengkapnyaPPS membantu kelancaran penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBerikut kumpulan pertanyaan tentang pemilu dan jawabannya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Masyarakat Indonesia patut bersyukur dan bersuka cita karena telah melewati proses Pemilu 2024
Baca SelengkapnyaDitjen Pajak menargetkan alat bantu tersebut dapat digunakan mulai pertengahan bulan Januari 2024.
Baca SelengkapnyaTNI Ungkap Peran 13 Prajurit Tersangka Penganiayaan Anggota KKB di Papua
Baca SelengkapnyaPemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras saat hari tenang hingga pencoblosan pemilu yakni 11-14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaMerujuk pada Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, Pemilu saat ini berada pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara
Baca SelengkapnyaKasus perundungan di dunia pendidikan, khususnya di pesantren, menjadi perhatian Menteri PPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati.
Baca Selengkapnya