Penyebaran Hoaks 10 Kali Lebih Cepat daripada Klarifikasinya
Merdeka.com - Tim Komunikasi Publik Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Donny Budi Utoyo mengatakan, penyebaran konten hoaks di media sosial memang sangat cepat.
Donny kemudian memaparkan perhitungan simulasi yang ia lakukan berdasarkan hasil riset Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada tahun 2018. Hasilnya, penyebaran hoaks 10 kali lebih cepat dibandingkan klarifikasi hoaks itu sendiri.
"Dengan simulasi yang saya buat, dalam 6 menit, hoaks itu bisa menyebar hingga 20 downline/level. Sedangkan klarifikasinya berjalan lebih lambat. Jika hoaks menyebar ke 20 downline selama 6 menit, klarifikasinya butuh 60 menit," kata Donny dalam Konferensi Pers Penanganan Hoax di Tengah Pandemi yang disiarkan melalui YouTube BNPB Indonesia, Kamis (4/3).
Berdasarkan hasil analisisnya, dia menemukan fakta bahwa masyarakat cenderung langsung menyebarkan hoaks yang diterimanya dengan cepat, karena hoaks tersebut mengandung pesan yang mencemaskan dirinya. Namun ketika muncul klarifikasi dari hoaks tersebut yang bersifat menenangkan, masyarakat cenderung merasa santai. Sehingga, tidak langsung mengklarifikasi hoaks itu.
"Ini kaitannya dengan emosional. Kalau terima hoaks, orang langsung forward, tapi ketika diklarifikasi hoaksnya, mereka tenang saja, oh ya sudah tidak apa-apa, tidak usah disebarkan ulang," ungkapnya
"Bayangkan saja, simulasi itu menunjukkan hanya butuh 6 menit untuk sampai (ke penerima pesan) di urutan/ rantai ke-20," kata dia menegaskan.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan 2.624 hoaks mengenai Covid-19 dalam kurun waktu 23 Januari 2020 hingga 3 Maret 2021. Untuk saat ini, Kominfo melaporkan bahwa sebagian besar hoaks mengakibatkan masyarakat menjadi takut untuk divaksin.
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri (Dittipidsiber), Kombes (Pol) Dani Kustoni membenarkan temuan Kominfo itu. Meskipun begitu, dia mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi dan menindaklanjuti penyebaran hoaks, khususnya terkait pandemi Covid-19.
"Memang hoaks ini menjadi kerawanan sendiri, sehingga masyarakat khawatir dan tidak mau divaksin tapi kita telah membreakdown (soal hoaks Covid-19). Kita juga edukasi di ranah offline dan online, mulai dari Mabes hingga Polsek dan Bhabinkamtibmas di wilayah masing-masing," ujar Dani.
Selain itu, Dani mengatakan, Dittipidsiber juga tidak henti-hentinya mengawasi konten-konten di media sosial. Bila menemukan konten yang terindikasi hoaks, maka pihaknya akan langsung menindaklanjutinya dengan virtual police.
Seperti yang diketahui, saat ini virtual police yang telah diluncurkan oleh Kapolri sejak 24 Februari 2021. Virtual police tersebut akan melayangkan peringatan ke akun yang diduga melanggar UU ITE untuk segera menghapus kontennya dalam kurun waktu 1x24 jam.
"Subdit direktorat tindak pidana siber yang melakukan patroli siber akan kasih himbauan atau warning kepada yang bersangkutan (yang buat konten hoaks). Sekarang pakai virtual police alert," ujarnya.
"Jadi sebelum melakukan penindakan dan penegakan hukum, sifatnya edukasi pencegahan dulu. Tapi ketika sudah membuat onar, maka langkah terakhir kita lakukan penegakan hukum," imbuhnya.
Sejak dikeluarkannya (SE) Kapolri bernomor SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif pada 19 Februari lalu, Dani mengatakan bahwa saat ini Polri secara intensif melakukan koordinasi dan diskusi dengan para ahli. Hal ini dilakukan agar bisa mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara sesuai arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Kita sebenarnya minta klarifikasi dulu (ke pembuat konten) ada tidak klarifikasinya. Lalu kita lakukan komunikasi, koordinasi, dan diskusi dengan para ahli juga. Setiap hari kita lakukan dengan ahli pidana, sosiologi, bahasa, dan UU ITE," terangnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ganjar berharap agar perkembangan teknologi tidak digunakan untuk memproduksi hoaks.
Baca SelengkapnyaBeredar unggahan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar menang satu putaran, begini penelusurannya
Baca SelengkapnyaBeredar klaim MURI memberikan penghargaan kepada Prabowo Subianto karena kalah tiga kali sebagai capres
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Beredar informasi jika KPU telah mengubah format debat tanpa dihadiri pendukung atau penonton.
Baca SelengkapnyaSisa berita hoaks lainnya tidak diturunkan, melainkan hanya diberikan stempel hoaks karena dianggap tidak terlalu berbahaya.
Baca SelengkapnyaYouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaJangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan
Baca SelengkapnyaDalam narasi disebutkan hakim mendiskualifikasi kemenangan pasangan Prabowo-Gibran
Baca Selengkapnya