Kilas Balik Perkebunan Karet di Aceh Timur, Komoditas yang Tak Kalah Berharga dari Rempah-Rempah
Perkembangan komoditas karet di wilayah Aceh Timur tak lepas dari peran para pengusaha kolonialisme Belanda.
Perkembangan komoditas karet di wilayah Aceh Timur tak lepas dari peran para pengusaha kolonialisme Belanda.
Komoditas karet di Indonesia menjadi salah satu pundi-pundi bisnis di bidang agraria yang sudah berlangsung puluhan tahun silam. Hingga sampai saat ini, komoditas karet bahkan telah diekspor hingga luar negeri.
Mundur lebih jauh ke zaman kolonialisme, ternyata komoditas karet sudah cukup berkembang. Dulunya, seluruh hasil panen karet secara umum berasal dari luar Pulau Jawa. (Foto: Pixabay)
Kepulauan Aceh Timur merupakan salah satu wilayah yang ditanami pohon-pohon karet yang juga tak kalah besar harga jualnya dari rempah-rempah. Tak hanya itu, letak geografis dari Aceh Timur ini juga dialiri oleh banyak sungai.
Hampir seluruh sungai yang terletak di Aceh Timur ini dapat dilewati kapal-kapal dagang, sehingga wilayah di bantaran sungai bisa hidup dan memiliki perekonomian yang berkembang.
Lantas, seperti apa perkembangan kebun karet di Aceh Timur?
Simak rangkuman informasinya yang dihimpun dari buku "Mengadu Nasib di Kebun Karet: Kehidupan Buruh Onderneming Karet di Aceh Timur, 1907-1939" berikut ini.
Wilayah Aceh Timur terbentuk dengan adanya masyarakat yang mayoritas bermatapencaharian sebagai penanam lada. Sampai kolonial Belanda masuk ke wilayah ini, masyarakat setempat masih menanam komoditas yang serupa.
Di samping menanam lada, orang-orang di Aceh Timur juga menanam padi yang sudah menjadi mata pencaharian yang begitu penting. Akan tetapi, tanaman padi di tanah Aceh Timur kurang begitu memberikan hasil yang memuaskan.
Ada beberapa faktor penyebab tanaman padi tidak tumbuh secara maksimal. Di antaranya yaitu kesuburan tanah dan curah hujan yang kurang serta tidak tersedianya saluran irigasi.
Beberapa masyarakat setempat juga mulai mencoba tanaman-tanaman lainnya seperti Pindang dan Kopra. Lambat laun kedua tanaman ini menjadi penghasil yang cukup besar bagi mereka.
Sedikit berbicara soal politik, seluruh penjuru negeri di Aceh sudah jatuh ke tangan Belanda hanya dalam 4 tahun sejak pecahnya perang pada tahun 1873. Sejak saat itu, pihak Belanda mulai menata kembali pemerintahan secara keseluruhan di wilayah ini.
Dalam menjalankan pemerintahan, Belanda tudak turun tangan secara langsung, melainkan lewat perantara adat yang sudah terbentuk secara historis. Maka dari itu, terbentuklah onderafdeling di Aceh Timur yang terbagi dalam beberapa wilayah.
Secara umum, seluruh hasil karet memang berasal dari luar Pulau Jawa, salah satunya di Sumatera. Penegakan kekuasaan kolonial akhirnya ditujukan kepada pihak-pihak investor.
Penanaman karet di Aceh Timur ini juga tidak beda jauh dengan tanaman tebu dan tembakau. Dari segi penanaman hingga proses ekspor sudah tergolong cukup mantap.
Namun, wilayah Aceh Timur tepatnya di Tamiang pernah menjadi pilihan tempat untuk melakukan aktivitas pertambangan minyak bumi yang dikelola oleh pihak swasta. Alhasil, bisnis tersebut tidak berjalan baik karena Tamiang bukan wilayah yang cocok untuk pertambangan.
Kemudian, untuk mengembalikan citra Aceh Timur, pemerintah kolonial Belanda melakukan perubahan agar menarik minat investor. Kemudian dibukalah perkebunan karet di Langsa pada tahun 1907 dengan tanah seluas 5.000 hektare.
Perkebunan karet swasta pertama di Aceh Timur adalah milik warga Belgia bernama A. Hallet. Ia berhasil mendapatkan tanah konsesi di Sungai Liput, termasuk dalam onderafdeling Tamiang. Pada tahun 1909, perusahaan dengan nama Tamiang Rubbe Estates mendapatkan konsesi tanah seluas 4.753 hektare.
Hingga tahun 1912, seluruh wilayah di Aceh Timur sudah terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan hanya berselang 9 tahun kemudian sudah terdapat 21 perusahaan karet di sana.
Perkembangan perkebunan karet di Aceh Timur kerap menggunakan kuli yang berasal dari luar daerah, seperti Jawa hingga Tiongkok.
Baca SelengkapnyaKebun teh ini sudah berdiri sejak zaman kolonial Belanda.
Baca SelengkapnyaRujak khas Aceh ini isiannya batok kelapa. Tertarik mencoba?
Baca SelengkapnyaSetiap tahunnya, warga harus memberi tumbal kepala kerbau ke tempat itu
Baca SelengkapnyaKawasan yang saat ini menjadi cagar budaya di Palembang dulunya sebuah lingkungan tempat tinggal bagi warga Tionghoa era kolonial Belanda.
Baca SelengkapnyaKisah pengusaha kerupuk kulit yang memulai bisnis dengan berjualan di pinggir jalan hingga dapat omzet ratusan juta.
Baca SelengkapnyaKesuksesan petani wortel lokal dari Tanah Karo ini menjadi bukti jika potensi komoditas tersebut bisa berkembang dan untung besar.
Baca SelengkapnyaPermen karet zaman purba ini terbuat getah pohon damar.
Baca SelengkapnyaKyai Makmur ditembak Belanda karena tidak mau diajak bekerja sama.
Baca Selengkapnya