Menilik Kisah Orang Rantai, Sisi Gelap Tambang Batu Bara di Sawahlunto
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto.
sejarahMenilik Kisah Orang Rantai, Sisi Gelap Tambang Batu Bara di Sawahlunto
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto.
Kota Sawahlunto yang berada di Provinsi Sumatra Barat, terdiri dari empat kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 66.962 jiwa. Luas daerah tersebut mencapai 273,45 kilometer persegi. Dulunya, tanah di kota ini sangat subur dan dijadikan sawah oleh masyarakat.
Nama Sawahlunto diambil dari kata 'Sawah' dan Sungai 'Lunto' yang membelah lembah. Kota ini begitu tenteram dan mayoritas dihuni oleh penduduk yang berasal dari Suku Minang.
Kondisi itu lantas berubah ketika Sawahlunto menjadi ladang pertambangan batu bara yang sudah dilakukan sejak zaman Belanda. Di balik kekayaan alamnya yang luar biasa, ada kisah miris di Sawahlunto ini, yakni kerja paksa para Orang Rantai.
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto. Simak kisah Orang Rantai di pertambangan Sawahlunto yang dirangkum merdeka.com berikut ini.
- Ribuan Orang Kumpul di Konser Pesta Rakyat Deklarasi Dukung Ganjar-Mahfud
- Langsung Menghadap Danau Toba, Ini Fakta Menarik Gunung Sibuatan di Kabupaten Karo
- Kesal Gajah Obrak Abrik Kebun Sawit, Masyarakat Tanjabbar Rusak Kantor BKSDA dan FZS Jambi
- 2 Tahanan Kabur dari Rutan Polsek Tanah Abang Ditangkap, Total 13 Orang Dijebloskan Kembali ke Bui
- Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek, Satu Mobil Terbalik di KM 57
- Jelang Lebaran, Jokowi Ajak Puluhan Anak Yatim Belanja Baju di Plaza Atrium
Lakukan Penyelidikan
Terkuaknya potensi tambang batu bara di Sawahlunto ini bermula dari seorang ahli geologi Belanda bernama Willem Hendrik de Greve yang ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menyelidiki keberadaan batu bara di kawasan tersebut.
Dari hasil penyelidikannya, ia berhasil menemukan potensi batu bara yang juga disebut sebagai emas hitam yang tersimpan di perut bumi Sawahlunto. Pada tahun 1868, ia kembali menemukan kandungan batu bara di Sungai Ombilin.
Ketika melakukan penyelidikan, Hendrik de Greve tewas karena terseret arus air ketika menyusuri jalur alternatif air untuk mengangkut batu bara yang berhasil ditemukan pada tahun 1872.
Melalui laporan dari Hendrik de Greve, pemerintah Hindia Belanda bergegas lakukan penjelajahan lanjutan. Pada tahun 1883, barulah pembangunan infrastruktur tambang di Sawahlunto dimulai.
Memulai Aktivitas Tambang
Pada tahun 1892, produksi tambang batu bara Sawahlunto meningkat hingga mencapai 48.000 ton. Pada tahun 1923, kawasan pertambangan ini ditutup Belanda lantaran ada rembesan air dari sungai dan tingginya gas metan.
Melansir dari liputan6.com, untuk mendukung aktivitas pertambangan, pemerintah Hindia Belanda mendatangkan para narapidana untuk dipekerjakan di kawasan tambang. Mereka didatangkan menggunakan kapal dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Pelabuhan Teluk Bayur.
Para narapidana tersebut kebanyakan masuk dalam kategori pembangkang. Beberapa di antaranya adalah tawanan politik Belanda, kriminal, hingga penjahat kelas kakap.
Orang-orang Berantai
Para narapidana itu dianggap oleh Belanda sebagai teroris dan mereka layak untuk mendapatkan hukuman seberat-beratnya. Tak sedikit orang-orang Belanda merasa takut dengan kehadiran mereka.
Di kawasan pertambangan ini, mereka dimanfaatkan tenaganya untuk membuat terowongan tambang. Tanpa belas kasih, tanpa istirahat, dan tanpa makanan. Selama bekerja, kaki mereka diikat rantai sehingga lahirlah sebutan "Orang Rantai".
Ketika sudah selesai bekerja, mereka kembali ke tahanan lalu diikat kaki dan tangannya menggunakan rantai. Seluruh pekerja bernasib serupa dan tanpa pengecualian. Tak sampai situ, mereka terkadang harus menerima siksaan dari mandornya, hingga nyawanya melayang begitu saja.
Penjara Orang Rantai pun sangatlah menyeramkan, banyak tahanan yang meninggal dunia saat melakukan sistem kerja paksa. Mirisnya lagi, dinding-dinding penjara dilapisi pecahan kaca, sehingga mereka tidak bisa istirahat dengan nyaman.