Begini Asal Usul Tanda SOS
Tanda atau sinyal SOS pada dasarnya tidak memiliki arti tertentu. Itu hanya rangkaian sandi morse.
sandi morseBegini Asal Usul Tanda SOS
Tanda atau sinyal SOS pada dasarnya tidak memiliki arti tertentu. Itu hanya rangkaian sandi morse.
Pada awal abad ke-20, ketika sinyal bahaya "SOS" pertama kali dikembangkan, sinyal ini dipilih bukan karena memiliki arti tertentu, melainkan karena rangkaian kode morsenya yang mudah dikenali, tiga titik / tiga garis / tiga titik.
Kombinasi tersebut dipilih karena mudah dikirim dan diterima dalam kode morse yang sangat penting ketika dalam situasi panik di atas kapal yang tenggelam. Tidak ada waktu untuk mengirimkan kode rumit yang mudah disalahartikan oleh penerima.
Setelah sinyal ini digunakan secara luas, "SOS" diasosiasikan dengan frasa "Selamatkan Jiwa Kami" atau "Selamatkan Kapal Kami".
Ini adalah contoh dari backronym, yaitu ketika sebuah kata atau frasa yang sudah ada kemudian diartikan sebagai akronim.
Dilansir dari IFLScience, Jumat (17/5), sebelum sinyal bahaya universal ini diperkenalkan, berbagai negara dan organisasi telekomunikasi menggunakan sinyal berbeda yang sering kali membingungkan dan tidak efisien di dunia yang semakin terhubung.
- Ilmuwan ini Tewas Gara-gara Menahan Kencing saat Berpesta, Begini Kisahnya
- Pengisi Suara Maruko Chan, Tarako Meninggal Dunia di Usia 63 Tahun
- Ini Alasan Mengapa Lumba-lumba Suka Berenang di Depan Kapal
- Segini Umur Rata-rata Kucing di Dunia, Kecuali Jenis Ini Usianya Pendek
- Mencicipi Hidangan Bubur Lodeh, Sajian Buka Puasa Khas Masjid Agung Kendal
- Tol Bocimi Longsor, Akses Ditutup Sementara Jelang Musim Mudik Lebaran 2024
Misalnya, di 1904, Perusahaan Telekomunikasi Marconi mencoba memperkenalkan kode bahaya "CQD" yang berarti "Mencarimu. Bahaya!" atau "Semua stasiun. Kesulitan!".
Amerika Serikat menggunakan "NC" yang berarti "meminta bantuan tanpa penundaan", sementara kapal-kapal Eropa menggunakan berbagai kode yang berbeda.
Untuk mengatasi kebingungan ini, Konvensi Radiotelegraf Internasional di 1906 mengusulkan agar kapal yang dalam keadaan darurat menggunakan sinyal tiga titik / tiga garis / tiga titik yang diulang dalam interval singkat.
Proposal ini disetujui dan mulai berlaku di 1908, meskipun butuh beberapa waktu bagi para pelaut dunia untuk benar-benar menyadarinya.
Namun, Haubner juga tetap mengirimkan "CQD" yang lama sebagai tindakan pencegahan jika sinyal yang baru tidak dikenali.
Ketika RMS Titanic menabrak gunung es di 15 April 1912, operator nirkabel senior Jack Phillips awalnya mengirimkan panggilan darurat "CQD". Rekannya, Harold Bride, dengan bercanda menyarankan agar mereka mencoba panggilan "SOS" yang baru juga.
"Ini panggilan baru dan mungkin ini kesempatan terakhir untuk mengirimkannya," kata Bride kepada Phillips, menurut laporan New York Times di 1912. Meskipun seruan minta tolong diterima oleh kapal-kapal di sekitarnya, bantuan datang terlambat.
"SOS" tetap dikenal luas sebagai sinyal bahaya standar hingga abad ke-21, meskipun kode morse sudah lama tidak digunakan lagi sebagai alat komunikasi laut.
Namun, jika terdampar di pulau terpencil dengan sedikit kelapa dan daun palem, menulis pesan SOS raksasa di pantai bisa menjadi cara efektif untuk meminta bantuan.
Seperti yang terjadi di 2020, ketika tiga pelaut yang terdampar di pulau terpencil di Pasifik berhasil menarik perhatian penyelamat dengan menulis pesan SOS di sepanjang pantai berpasir.