Waspada, 5 Ancaman Siber saat Pemilu yang Jarang Diketahui Orang
Berikut adalah ancaman siber yang jarang diketahui orang saat pemilu berlangsung.
Berikut adalah ancaman siber yang jarang diketahui orang saat pemilu berlangsung.
Ancaman siber perlu diwaspadai saat pemilu. Sebab menurut laporan dari Pusat Keamanan Siber Kanada menyebutkan serangan siber yang menargetkan pemilihan umum (pemilu) telah meningkat di seluruh dunia.
Dilansir dari Jurist dan Wired, Selasa (13/2), laporan tersebut menyatakan bahwa proporsi pemilu yang menjadi sasaran serangan siber ini telah meningkat, dari 10 persen pada tahun 2015 menjadi 26 persen pada tahun 2022.
Pada 2019, negara bagian di Amerika Serikat mendapatkan 1000 serangan siber yang terjadi pada negara bagian, kotamadya, penyelenggara pemilu, penyedia layanan kesehatan, dan entitas public lainnya.
Mereka bekerja dengan membekukan basis data pemilih lokal. Maka itu ransomware menduduki peringkat teratas ancaman siber saat pemilu.
Masalah dengan data pendaftaran pemilih hampir pasti akan menyebabkan pemilih yang memenuhi syarat diberikan apa yang disebut “surat suara sementara,” yang memungkinkan mereka untuk memberikan suara sambil memeriksa ulang kelayakannya.
Surat suara seperti ini, yang merupakan bagian standar dari semua pemilu, menimbulkan kompleksitas tersendiri, terutama jika surat suara tersebut harus digunakan dalam jumlah besar, karena akan menunda penghitungan akhir dan dapat membuka peluang untuk mengajukan gugatan ke pengadilan atas surat suara individual.
Ini pernah terjadi saat pemilu di Georgia ketika Covid19. Saat pemungutan suara tiba, terjadi pembekuan sistem. Memperlambat proses dan menghalangi pemilih untuk berpartisipasi.
Warga di Georgia menghadapi antrean pada hari pertama pemungutan suara awal yang berlangsung hingga 10 jam atau lebih setelah kendala bandwidth.
Ini berdampak terhadap memperlambat laju sistem check-in hingga hanya 10 pemilih per jam. Imbasnya adalah diperlukan waktu untuk menerapkan perbaikan teknis agar sistem kembali ke semula.
Ketakutan telah lama ada mengenai ketidakamanan berbagai teknologi pemungutan suara yang digunakan oleh ribuan sistem pemilu independen di AS.
Kekhawatiran sangat tinggi terhadap apa yang disebut “perangkat penanda surat suara,” yaitu mesin layar sentuh yang mencetak tanda terima yang kemudian dipindai oleh mesin lain.
Kala itu perangkat ini dianggap bermasalah, karena kode batang yang digunakan pada tanda terima menyulitkan pemilih untuk memeriksa ulang apakah suara mereka dicatat sebagaimana mestinya.
Oleh sebab itu, ada potensi memanipulasi suara yang sah.
Daripada mencoba mengubah jumlah suara yang sebenarnya, peretas juga dapat menargetkan mereka yang melaporkan total suara pada malam pemilu—dengan mencoba memanipulasi hasil di situs web Menteri Luar Negeri.
Serangan semacam itu, jika dilakukan secara halus, dapat melemahkan kepercayaan terhadap hasil akhir.
Waspada! Banjir Rob Ancam Pesisir Jakarta pada 21-29 Mei 2024
Baca SelengkapnyaPeningkatan modus penipuan terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan keinginan masyarakat di bulan puasa.
Baca SelengkapnyaUntuk titik rawan mulai dari Tahu Sumedang hingga Pananjung.
Baca SelengkapnyaGaya hidup kurang gerak bisa tampak melalui sejumlah tanda yang tampak.
Baca SelengkapnyaKampanyekan Anies di Parepare, Surya Paloh Singgung Keadaan Waswas dan Cemas
Baca SelengkapnyaAncaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu).
Baca SelengkapnyaHujan lebat disertai angin kencang dan kilat berpotensi guyur wilayah Indonesia
Baca SelengkapnyaTawaran seperti itu berpotensi besar merupakan tawaran untuk ibadah haji yang ilegal.
Baca SelengkapnyaIa tak didampingi orang tua saat wisuda. Pria ini hanya datang seorang diri.
Baca Selengkapnya