Sanghyang, Tarian Sakral Penolak Bala di Bali
Merdeka.com - Dengan mata terpejam dan kerasukan, beberapa gadis cilik ini lihai berlenggak-lenggok menggerakkan selendang. Kepala mendongak ke langit-langit. Ia menari mengikuti iringan musik yang mengalun pelan.
Usia mereka memang masih muda, rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar. Di usianya yang belia ini, mereka wajib menjadi penari sakral Sanghyang. Bukan tanpa alasan, sebab penari Sanghyang memang tak bisa dilakukan sembarang orang. Sang penari harus masih satu garis keturunan dengan penari.
Selain itu, seorang perempuan belia dan belum akil baligh. Gadis cilik yang belum menstruasi dianggap suci. Ya, Tari Sanghyang diadakan bukan hanya sebagai tontonan biasa. Di Desa Adat Geriana Kauh, Desa Duda Utara , Kecamatan Selat . Kabupaten Kangasem tarian leluhur ini merupakan sebuah ritual adat. Berfungsi sebagai tarian penolak bala atau wabah penyakit.
©2021 Merdeka.com/Dewa KrisnaSebelum menari seluruh penari diusung memasuki area pura untuk Pedudusan. Proses penyucian para penari. Di depannya bara api telah menyala, asap bara api pekat mulai muncul diiringi oleh nyanyian kidung. Dimulai dari suara lembut hingga iringan yang semakin cepat. Proses ini juga cara untuk memanggil roh suci ke dalam Tarian Sanghyang.
©2021 Merdeka.com/Dewa KrisnaKepala penari bergoyang-goyang mengikuti irama, mulai tumbang dan tak sadarkan diri. Dewi roh soci pun telah menguasai tubuh penari cilik. Seluruh penari lantas dibawa menuju perempatan jalan desa.
Mereka diarak menggunakan peralatan seperti tandu bambu. Menggelayut di atas sebilah bambu sambil menggoyangkan pelan jemari tangannya. Para penari cilik ini sudah siap mempersembahkan tarian sakral penolak bala.
©2021 Merdeka.com/Dewa KrisnaSampai di tengah perempatan jalan desa, dua bambu tinggi ditancapkan di tanah. Masih dengan dikuasai roh, mereka memanjat bambu hingga sampai ke puncak. Bergantian dari penari satu ke yang lainnya.
Setelah itu penari melanjutkan ritual khusus Ngalulus, menghilangkan roh suci dalam raga penari. Satu persatu penari tumbang ke penonton bersamaan dengan lantunan nyanyian yang berakhir. Suasana mistis dan sakral terasa kental karena tarian ini dilakukan pada malam sampai tengah hari.
©2021 Merdeka.com/Dewa KrisnaTarian Sanghyang Dedari termasuk dalam delapan tarian di Bali yang masuk dalam situs warisan budaya, UNESCO. Tarian ini bukan sekadar seni budaya, namun ritual yang memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat desa.
Tarian ini dipentaskan ketika dewa-dewa yang turun untuk sementara ke alam manusia, menyatakan diri melalui penari yang kesurupan. Kata Sanghyang bermakna dewata sementara kata Dedari itu berarti bidadari.
Selain Sanghyang Dedari, Setidaknya ada 6 jenis Tarian Sanghyang, Sanghyang Deling, Bojog, Jaran, Sampat, Celeng. Keenam jenis Tari Shangyang memiliki ciri khas sendiri.
(mdk/Tys)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaSalah satu kesenian berasal dari Lampung Barat ini menjadi simbol suatu kehormatan dan kebesaran yang dipertunjukkan pada upacara ritual yang sakral.
Baca SelengkapnyaMenurut Sandi, ritual itu ternyata terjadi di daerah Kabupaten Karangasem, bukan di Ubud Kabupaten Gianyar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kerajinan tempat gamelan tak banyak disorot, padahal hanya orang-orang tertentu yang bisa membuatnya
Baca SelengkapnyaDalam konteks budaya, pantun Bali lucu memainkan peran dalam melestarikan bahasa Bali dan seni sastra lisan tradisional.
Baca SelengkapnyaTradisi ini dilakukan turun-temurun karena dianggap membawa keberkahan
Baca SelengkapnyaEmpat pendaki yang sempat dikabarkan tersesat di Gunung Sanghyang, Kabupaten Tabanan, Bali, akhirnya ditemukan dalam keadaan selamat.
Baca SelengkapnyaTradisi itu digelar dengan harapan menyambut tahun baru Imlek dengan jiwa raga yang bersih.
Baca SelengkapnyaSadar lawannya memiliki ilmu kebal, pelaku IM akhirnya menancapkan pedangnya di tanah.
Baca Selengkapnya