Kisah Letkol TNI Jebak & Tangkap Jenderal di Istana, Gagalkan Kudeta Pertama di RI
Merdeka.com - Jika berbicara tentang masa lampau atau sejarah di negara Republik Indonesia, begitu banyak sekali kisah yang patut untuk dipahami atau dikenang. Salah satunya adalah kisah seorang Letnan Kolonel atau Letkol Tentara Kemananan Rakyat (TKR) yang kini sudah berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada 1946 silam, terukir sejarah letkol TNI yang berhasil menjebak serta menggagalkan kudeta pertama di Indonesia. Rencana itu berhasil digagalkan tanpa menumpahkan darah sedikitpun.
Lalu seperti apa cara yang dilakukan oleh letkol TNI yang berhasil gagalkan kudeta pertama? Simak lanjutan ulasan berikut ini.
Soeharto Dijadikan Letkol
Dikutip dari buku 'Pak Harto dari Mayor ke Jenderal Besar' karangan Noor Johan, kisah ini berawal dari Mayor Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Resimen III yaitu resort militer mencakup teritorial Yogyakarta ditetapkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman menjadi Letnan Kolonel. Sejak 4 Januari 1946, tugasnya menjadi sangat berat lantaran Yogyakarta menjadi Ibukota Perjuangan hingga Presiden Soekarno dan wakil Presiden Mohammad Hatta serta anggota kabinet hijrah ke Yogyakarta.
Sebagai Komandan Resimen III, Letkol Soeharto diwajibkan menjamin keberlangsungan jalannya roda pemerintahan RI dan menjaga keamanan serta keselamatan Presiden, Wakil Presiden hingga anggota kabinet yang ada di Jogja.
Diuji oleh Rencana Kudeta
Sebagai seorang pimpinan militer di Jogja membuat Letkol Soeharto bersentuhan langsung dengan Presiden, Wakil Presiden hingga para menteri dan juga Panglima besar serta staf MBT.
Letkol Soeharto juga mulai diuji manakala panglima divisi III Jenderal Mayor Soedarsono dengan beberapa tokoh politik seperti Mohammad Yamin, Ahmad Soebardjo, Iwa Kusuma Sumantri memiliki rencana untuk mengkudeta Perdana Menteri Sutan Syahrir pada 1946. Diketahui kasus tersebut merupakan kudeta pertama di Indonesia.
Berhasil Digagalkan
Sebelumnya, kelompok yang dipimpin oleh Tan Malaka itu telah menculik Perdana Menteri Sutan Syahrir di Solo pada 28 Juni 1946 sehingga membuat kondisi negara yang belum genap berusia satu tahun itu begitu krisis dan ditetapkan sebagai negara dalam keadaan darurat. Seperti dijelaskan dalam buku 'Pak Harto dari Mayor ke Jenderal Besar' karangan Noor Johan, kudeta tersebut berhasil digagalkan oleh Letkol Soeharto.
Awalnya Presiden Soekarno kala itu memerintahkan Letkol Soeharto menumpas kudeta dengan menangkap panglima Divisi III Jenderal Mayor Soedarsono. Namun perintah tersebut ditolak oleh Soeharto karena secara hirarki militer perintah harus turun langsung dari Panglima Besar bukan Presiden. Akibatnya, Soekarno berang hingga menyebut Soeharto 'Opsir Koppig' alias keras kepala.
Lakukan Cara Jebak
Rencana kudeta tersebut berhasil digagalkan tanpa peluru dan tanpa setetes darah yang tumpah. Soeharto melakukan sebuah misi penjebakan dan tak langsung menangkap Jenderal Mayor Soedarsono.
Soeharto menjebak Soedarsono agar masuk ke dalam istana dan kemudian ditangkap. Hal itu ternyata sangat diapresiasi oleh Presiden Soekarno, tak bisa dibayangkan apabila Soeharto menangkap Soedarsono secara langsung maka akan terjadi pertempuran antara pasukan resimen III dan pasukan divisi III dengan bantuan laskar binaan Tan Malaka.
Pemicu Kudeta
Kala itu Tan Malaka tidak sepaham dengan Sutan Syahrir yang menjadi kepala Pemerintahan Indonesia sebagai Perdana Menteri. Tan Malaka dan kawan-kawan tak puas atas sikap Syahrir kepada Belanda.Saat itu, Syahrir hanya menuntut kedaulatan Indonesia atas Sumatera, Jawa dan Madura. Sementara Tan Malaka menginginkan pengakuan kedaulatan penuh Belanda terhadap seluruh wilayah yang pernah dianeksasi sebagai Republik Indonesia.Kudeta tersebut bukan bertujuan menjatuhkan kekuasaan Presiden Soekarno, tapi untuk meruntuhkan Kabinet Perdana Menteri Sutan Syahrir. Sebab Syahrir dinilai terlalu lembek terhadap Belanda.Tan Malaka DKK Ditangkap dan DipenjaraPemerintahan Syahrir ternyata sudah mengetahui rencana kudeta. Alhasil Tan Malaka dan anggota Kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpinnya pada 23 Maret 1946 ditangkap dan dipenjara.Pendukung Tak Malaka termasuk yang berasal dari militer pun tak terima. Jenderal Mayor R.P. Sudarsono, Kolonel Sutarto, dan A.K. Yusuf kemudian menculik PM Syahrir di Surakarta pada 27 Juni 1946. Sejumlah anggota Kabinet juga ikut diculik, salah satunya Menteri Kemakmuran Darmawan Mangunkusumo, dan beberapa tokoh kabinet lainnya.
Negara Dalam Kondisi Bahaya
Presiden Soekarno lantas menyatakan negara dalam keadaan bahaya pada 28 Juni 1946. Keesokan harinya, kekuasaan Syahrir diserahkan kepada Presiden Soekarno. Bung Karno lantas berpidato melalui radio menuntut pembebasan Syahrir dan para menteri.Para penculik kemudian membebaskan Syahrir dan para menterinya. Pada 30 Juni dini hari, Sjahrir diantarkan ke Yogyakarta dan diserahkan pada para ajudan Soekarno.Jenderal Mayor Sudarsono Sodorkan Maklumat ke Soekarno Lalu DitangkapVersi lain menyebutkan pelaku utama kudeta, Jenderal Mayor Sudarsono dan sejumlah rekannya pada 3 Juli 1946, datang menghadap Presiden Soekarno. Mereka memberikan empat naskah berisi maklumat kepada presiden untuk ditandatangani.Isi maklumat tersebut antara lain; Presiden memberhentikan Kabinet Syahrir; presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik; presiden mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik (nama-namanya tercantum dalam naskah); dan presiden mengangkat 13 menteri negara (nama-namanya tercantum dalam naskah).Namun maklumat tersebut ditolak Soekarno. Jenderal Mayor Sudarsono beserta rekannya lantas langsung ditangkap.
(mdk/bil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bukan hanya manusia, ini sosok binatang paling berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Siapa yang dimaksud?
Baca SelengkapnyaAtang gugur saat mengawal helikopter raksasa yang didatangkan langsung dari negara tirai besi.
Baca SelengkapnyaPadahal kelompok RMS sendiri memiliki kekuatan militer yang berbanding terbalik dengan pasukan TNI
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mayjen Widi Prasetijono baru saja mendapatkan kenaikan pangkat sebagai letnan jenderal dan memakai bintang tiga di pundak. Ia akan menjadi bintang tiga termuda
Baca SelengkapnyaPemilu 1955 di Indonesia merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam proses demokratisasi dan konsolidasi negara setelah merdeka pada tahun 1945.
Baca SelengkapnyaMenurut buku Badan Pusat Statistik (2010) Indonesia memiliki sejarah panjang yang mencakup periode sebelum kemerdekaan. Terutama beberapa kota tertua.
Baca SelengkapnyaMengetahui sejarah Pemilu di Indonesia dari masa ke masa sejak tahun 1955 sampai 2024.
Baca SelengkapnyaPerjuangan dan semangat yang dimiliki pasukan tentara Indonesia melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan begitu besar dalam peristiwa ini.
Baca SelengkapnyaPerayaan Hari Raya Imlek bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia akan segera tiba, berikut sejarahnya.
Baca Selengkapnya