Hampir Rp1.000 Triliun, Ini Rincian Penggunaan Dana Penanganan Dampak Covid-19
Merdeka.com - Penyusunan APBN 2021 akan sangat tergantung dari keberhasilan pelaksanaan penanganan virus corona dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional diperkirakan akan memakan pembiayaan hampir Rp1.000 triliun atau sebesar Rp905,10 Triliun.
Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah mengatakan, dana besar tersebut nantinya akan digunakan pemerintah untuk pembiayaan bersifat barang publik dan non barang publik. Pembiayaan bersifat barang publik sebesar Rp397,56 triliun dan non publik sebesar Rp507,54 triliun.
"Pembiayaan yang bersifat barang-barang publik (Public Goods) sebesar Rp397,56 triliun, terdiri dari kesehatan Rp87,55 triliun, Perlindungan Sosial Rp203,90 triliun dan Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda sebesar Rp106,54 triliun," demikian dikutip keterangan resmi, Jakarta, Jumat (19/6).
Untuk pembiayaan yang bersifat barang non-publik (Non-Publik Goods) ditargetkan sebesar Rp507,54 triliun, terdiri dari insentif dunia usaha Rp179,48 triliun, UMKM Rp123,46 triliun dan Korporasi sebesar Rp37,07 triliun.
Said mengatakan, melihat kebutuhan pendanaan yang besar untuk biaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional tersebut, DPR meminta agar Pemerintah dan Bank Indonesia berada dalam satu kesepakatan untuk pembiayaan yang bersifat barang publik dan non publik, dengan beban yang bisa ditanggung bersama (burden sharing).
"Untuk pembiayaan yang bersifat Barang Publik (Public Goods), Pemerintah dan BI bisa menggunakan pola atau skema dalam bentuk beban yang ditanggung bersama atau Burden Sharing, dimana ditetapkan beban Pemerintah sebesar 0 persen dan BI sebesar 100 persen," paparnya.
Kemudian, untuk pembiayaan yang bersifat Barang Non-Publik (Non-Public Goods), Pemerintah dan BI bisa menggunakan pola atau skema dalam bentuk beban yang ditanggung bersama atau Burden Sharing, di mana ditetapkan beban Pemerintah sebesar 50 persen dan BI sebesar 50 persen dengan suku bunga khusus.
Tak Boleh Ada Bank Gagal
Said melanjutkan, selama penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional berlangsung, tidak boleh terjadi bank gagal yang berdampak sistemik, baik bank yang berstatus sebagai anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) maupun bank non-Himbara.
"Untuk mendukung keberhasilan tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) didorong untuk lebih pro-aktif, untuk dapat masuk lebih awal dalam mengantisipasi terjadinya bank gagal dengan menempatkan dana LPS di bank bermasalah tersebut," tandasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mantan anggota DPR-RI berhak mendapatkan uang pensiun saat periode jabatannya selesai.
Baca SelengkapnyaDalam kasus timah, merugikan negara mencapai ratusan triliun rupiah.
Baca SelengkapnyaMuhadjir mengatakan sumber dana bantuan sosial yang dibagikan Presiden Jokowi berada di luar alokasi dana untuk bansos dan beras.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah membantah kenaikan harga dan kelangkaan beras karena program bansos pangan yang aktif dibagikan belakangan ini.
Baca SelengkapnyaPemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca SelengkapnyaDari 10 Kg beras yang diberikan oleh pemerintah, telah memenuhi sepertiga dari kebutuhan bulanan.
Baca SelengkapnyaDia berharap, jumlah tersebut mencukupi kebutuhan masyarakat Solo Raya saat Ramadan maupun Hari Raya Idul Fitri 2024.
Baca SelengkapnyaTernyata, dana ini tidak mengalami pergerakan yang signifikan, namun terjadi perputaran dana hingga mencapai triliunan rupiah
Baca SelengkapnyaKedua tangannya diikat dengan sabuk dan mulutnya disumpal kain.
Baca Selengkapnya