Pengembangan Ekonomi Hijau di Indonesia Belum Menggiurkan Buat Investor
Ekonomi hijau dinilai sebagai solusi dari sistem ekonomi eksploitatif yang selama ini cenderung merusak lingkungan.
Ekonomi hijau dinilai sebagai solusi dari sistem ekonomi eksploitatif yang selama ini cenderung merusak lingkungan.
Penerapan ekonomi hijau (green economy) menjadi komitmen negara-negara di dunia.
Sistem ini sebagai bentuk upaya setiap negara, menciptakan perekonomian yang berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan alam.
Di satu sisi, ekonomi hijau membutuhkan nilai investasi yang sangat besar.
Implementasi ekonomi hijau di Indonesia pun bergerak belum cukup agresif.
Wakil Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal pada Kementerian Investasi, Dita Citra P mengatakan bahwa tantangan Indonesia untuk menggaet investor ekonomi hijau adalah kurangnya insentif yang diberikan oleh pemerintah.
"Challenge untuk green economy itu, pertama adalah lack of insensitive," kata Dita dalam Lokakarya yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) berkolaborasi dengan Korea Foundation, di Jakarta, Jumat (27/10).
Namun, rupanya insentif yang dijanjikan pemerintah belum cukup menggugah para investor untuk turut berpartisipasi mengembangkan ekonomi hijau di Indonesia.
"Memang belum terlalu banyak insentif dari pemerintah itu yang jadi salah satu hambatan," ucapnya.
Sementara menurut Kepala Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Korea, Lee Kang Hyun arah pemerintah Indonesia menuju ekonomi hijau sudah cukup jelas.
Meskipun dalam pelaksanaannya Indonesia cukup tertinggal dibandingkan dengan Korea dan beberapa negara maju.
"Peta jalan di Indonesia sudah jelas tapi di Indonesia memang terlambat," kata Hyun.
Hyun mengatakan, hampir di seluruh sektor di Korea sudah menerapkan ekonomi hijau sejak 10 tahun lalu. Mulai dari korporasi besar, hingga industri kecil di Korea berkomitmen terhadap ekonomi hijau.
Hyun menyarankan pemerintah Indonesia bisa mengadaptasi negara-negara yang telah mengimplementasi ekonomi hijau, termasuk Korea.
Hal terpenting bagi Hyun, kunci keberhasilan ekonomi hijau di Indonesia adalah dukungan penuh dari masyarakat.
"Dari pemerintah arahnya (ekonomi hijau) sangat jelas dan bagus, walaupun dalam pelaksanaannya masih ada kekurangan, dan rakyat sendiri juga seharusnya mendukung," ucapnya.
Hasil riset Bain and Company, Temasek, GenZero, bersama Amazon Web Services melalui laporan bertajuk Southeast Asia’s Green Economy 2023 Report, menunjukan nilai investasi yang diterima di sektor ekonomi hijau di kawasan Asia Tenggara justru menurun dalam dua tahun terakhir.
Tercatat, nilai investasi hijau Asia Tenggara pada 2020 senilai USD6,6 miliar atau setara Rp102 triliun dengan kurs Rp15.589 per dolar Amerika Serikat. Nilai ini turun pada tahun 2021 menjadi Rp87,29 triliun.
Nilai investasi ekonomi hijau di Asia Tenggara kembali turun di tahun 2022 dengan realisasi investasi mencapai USD5,2 miliar atau setara Rp81 triliun.
Penyebab merosotnya investasi di sektor ekonomi hijau karena menurunnya penerimaan sektor ini pada 2022.
Terdapat empat aspek yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia ke depan.
Baca SelengkapnyaSyarat ini harus berjalan optimal sehingga ekonomi Indonesia bisa meroket
Baca SelengkapnyaPersiapan pemilu juga ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2023.
Baca SelengkapnyaMenurut Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak dikontribusikan oleh belanja konsumsi masyarakat hingga masuknya investasi.
Baca Selengkapnyapemerintah hasil Pemilu 2024 didesak agar mengutamakan pemberdayaan ekonomi mikro berbasis lingkungan.
Baca SelengkapnyaDia berharap agar penerus kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mampu mempertahankan stabilitas ekonomi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaIndef menilai, ada perubahan pola konsumsi masyarakat yang mempengaruhi ekonomi.
Baca SelengkapnyaSalah satu faktor kinerja positif perekonomian nasional yaitu belanja untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Baca SelengkapnyaHal ini tak lain karena adanya proyek pembangunan IKN Nusantara.
Baca Selengkapnya