Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

CEK FAKTA: BMKG Bantah Polusi Udara Sebabkan Gelombang Omicron, Simak Penjelasannya

CEK FAKTA: BMKG Bantah Polusi Udara Sebabkan Gelombang Omicron, Simak Penjelasannya Suasana jam pulang kantor di masa PSBB transisi. ©Liputan6.com/Johan Tallo

Merdeka.com - Sebuah video yang mengklaim bahwa gelombang pandemi akibat Omicron disebabkan oleh polusi udara. Dalam video itu, disebutkan bahwa zat PM2,5 yang meracuni udara akan menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, atau ISPA, anosmia, badai sitokin, hingga yang disebut Covid-19.

"Dan bahkan pandemi ini kami tengarai adalah pandemi polusi udara. Di saat pemerintah mengatakan akan ada gelombang Omicron, kami menyelidiki bahwasanya tingkat polusi udara sekarang lagi meningkat. Makanya kalian akan melihat beberapa kota besar orang-orang yang tiba-tiba sakit." kata seseorang dalam video tersebut.

tidak benar polusi udara sebabkan gelombang covid

Penelusuran

Dilansir dari ANTARA, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meluruskan adanya miskonsepsi pernyataan bahwa polusi udara menyebabkan gelombang Covid-19 varian Omicron.

Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi Urip Haryoko, menjelaskan PM2,5 merupakan aerosol dengan ukuran diameter partikel kurang dari 2,5 mikrometer dan tergolong sebagai salah satu pencemar udara.

Pernyataan tersebut untuk menanggapi pendapat seorang pegiat media sosial, Babeh Aldo, bahwa gelombang pandemi akibat Omicron sebagai pandemi polusi udara.

Dalam video tersebut, Aldo menyebut bahwa zat PM2,5 yang meracuni udara akan membuat banyak warga masyarakat di perkotaan, sehingga menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, atau ISPA, anosmia, badai sitokin, hingga yang disebut COVID-19.

Urip melanjutkan bahwa memang peningkatan konsentrasi PM2,5 di udara menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak pada penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer.

“Paparan terhadap konsentrasi PM2,5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama,” ujar Urip, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, (16/2)

Urip menjelaskan nilai ambang batas konsentrasi PM2,5 menurut Peraturan BMKG Nomor 2 Tahun 2020 adalah sebesar 65 µg/m3.

Akibat dampak tersebut, lanjut dia, muncul kesalahpahaman informasi atau miskonsepsi yang menyebut bahwa pencemaran udara menjadi penyebab penularan virus Sars-Cov-2 dan peningkatan pasien positif Covid-19.

Urip menambahkan, sebagai lembaga yang melakukan kegiatan monitoring dan analisis PM2,5, BMKG dipandang perlu meluruskan miskonsepsi di atas dengan memberikan penjelasan mengenai kondisi monitoring PM2,5, dampak, dan keterkaitannya dengan Covid-19.

Menurut Urip, sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2,5 dan penularan Covid-19. Hal itu mengutip penelitian Anand et al. (2021) berjudul A review of the presence of SARS-CoV-2 RNA in wastewater and airborne particulates and its use for virus spreading surveillance, dan penelitian dari Maleki et al. (2021)) berjudul An updated systematic review on the association between atmospheric particulate matter pollution and prevalence of SARS-CoV-2.

"Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM2,5 sebagai penyebab Covid-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat,” ujarnya.

Dari data konsentrasi harian PM2,5 dan jumlah kasus positif Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta 1 Januari hingga 6 Februari 2022, memperlihatkan peningkatan kasus positif Covid-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM2,5.

Urip mengatakan lonjakan konsentrasi PM2,5 yang terjadi misalnya pada 5, 16, dan 30 Januari 2022 tidak seiring dengan penambahan kasus positif Covid-19.

"Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM2,5 menyebabkan peningkatan kasus positif Covid-19 tidak sesuai,” kata Urip.

Namun demikian, BMKG mengingatkan masyarakat bahwa paparan konsentrasi PM2,5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien Covid-19 yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas gangguan cardiovascular dan infeksi saluran pernapasan.

“Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM2.5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari Covid-19,” ujar Urip.

Sementara itu, dikutip dari periksafakta.afp.com, ada kesepakatan ilmiah bahwa Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARs-CoV-2.

Para pakar juga membantah klaim bahwa pandemi Covid-19 disebabkan oleh polusi udara.

"Klaim bahwa kasus polusi menyebabkan Covid-19 adalah sebuah gagal paham," kata Teerachai Amnuaylojaroen, lektor di Departemen Energi dan Lingkungan Hidup di Universitas Phayao, di Thailand.

Menurut riset yang dilakukan Teerachat dan koleganya, polutan udara meningkatkan angka kematian Covid-19 di banyak negara, namun ia menegaskan bahwa "WHO dan banyak penelitian ilmiah menunjukkan penyebab Covid-19 adalah virus SARS-CoV-2."

Penyakit yang disebabkan oleh polusi udara, cuaca dan bahan kimia sifatnya tidak menular, kata Hermawan Saputra, dewan pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Wabah disebabkan oleh "virus, bakteri, protozoa dan cacing," tambahnya.

Kesimpulan

Pencemaran udara menjadi penyebab penularan virus Covid-19 dan peningkatan pasien positif Covid-19, menurut BMKG tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.

Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan. Pastikan itu berasal dari sumber terpercaya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Referensi

https://www.antaranews.com/berita/2708561/bmkg-luruskan-miskonsepsi-polusi-udara-sebabkan-gelombang-omicronhttps://periksafakta.afp.com/doc.afp.com.9ZK64M

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Menkes Ungkap Asal Usul Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di RI
Menkes Ungkap Asal Usul Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di RI

Saat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.

Baca Selengkapnya
Penjelasan BMKG Penyebab Suhu Panas di Wilayah Sumbar
Penjelasan BMKG Penyebab Suhu Panas di Wilayah Sumbar

Kelembamban udara tinggi dan angin cenderung rendah sehingga menyebabkan suhu yang dirasakan meningkat dan menyebabkan tubuh merasa tidak nyaman.

Baca Selengkapnya
Gejala DBD Berubah pada Penyintas Covid-19, Sejauh Apa Bahayanya?
Gejala DBD Berubah pada Penyintas Covid-19, Sejauh Apa Bahayanya?

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, perubahan gejala tersebut akibat pengaruh reaksi imunologi.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
BMKG Ungkap Pemicu Munculnya Puting Beliung di Rancaekek Bandung
BMKG Ungkap Pemicu Munculnya Puting Beliung di Rancaekek Bandung

Penyebab angin puting beliung dampak dari ikutan pertumbuhan awan sibi. Di mana awan sibi ini merupakan awan yang menyebabkan terjadinya hujan lebat.

Baca Selengkapnya
Ini Bahaya Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di Indonesia
Ini Bahaya Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di Indonesia

Zubairi menyebut, EG.5 merupakan varian baru Covid-19 yang berkaitan erat dengan subvarian Omicron XBB.

Baca Selengkapnya
Kemenkes: Penyintas Covid-19 yang Kena DBD Tak Muncul Bintik Merah, Tapi Demam Tak Reda hingga 10 Hari
Kemenkes: Penyintas Covid-19 yang Kena DBD Tak Muncul Bintik Merah, Tapi Demam Tak Reda hingga 10 Hari

Kemenkes memperoleh beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19, salah satunya datang dari Kota Bandung.

Baca Selengkapnya
BMKG Bicara Potensi Puting Beliung Ekstrem Muncul di Jakarta, Apa Cirinya?
BMKG Bicara Potensi Puting Beliung Ekstrem Muncul di Jakarta, Apa Cirinya?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berbicara soal potensi angin puting beliung ekstrem muncul di DKI Jakarta.

Baca Selengkapnya
BMKG: Waspada Hujan Lebat Disertai Petir Landa Jakarta hingga Papua Selama Sepekan ke Depan
BMKG: Waspada Hujan Lebat Disertai Petir Landa Jakarta hingga Papua Selama Sepekan ke Depan

BMKG minta masyarakat waspada cuaca ekstrem periode 3-10 Januari 2024

Baca Selengkapnya
BMKG Ungkap Penyebab Gempa Sumedang M4,8: Ada Sesar Baru Belum Pernah Terpetakan
BMKG Ungkap Penyebab Gempa Sumedang M4,8: Ada Sesar Baru Belum Pernah Terpetakan

Wilayah Sumedang sebelumnya mengalami gempabumi sebanyak dua kali. Yaitu tanggal 14 Agustus 1955 dan 19 Desember 1972.

Baca Selengkapnya