Mengenal Kesenian Lebon Asal Pangandaran, Tradisi Pertarungan Jawara Antar Kampung
Kesenian lebon awalnya dijadikan sebagai salah satu tradisi pertarungan jawara antar kampung serta sarana untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat.
Kesenian lebon awalnya dijadikan sebagai salah satu tradisi pertarungan jawara antar kampung serta sarana untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat.
Kondisi ini menjadikan Pangandaran sebagai salah satu daerah di Jawa Barat dengan kekayaan budaya yang melimpah. Lebon sendiri termasuk salah satu kekayaan budaya yang dimiliki sebagai kesenian tradisional.
(Foto : shutterstock)
Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, sejarah mencatat, kesenian lebon lahir dan berkembang di masa Kerajaan Galuh (Sunda) yang saat runtuh diambil alih oleh Kerajaan Mataram (Jawa) pada tahun 1650.
Perkembangan kesenian lebon memiliki keterkaitan yang erat dengan sejarah yang berlangsung pada setiap masa.
Latar belakang sejarah yang berubah-ubah membawa dampak adanya perbedaan konsep serta esensi yang ditampilkan dalam kesenian lebon.
Secara etimologis, lebon berasal dari sisipan dua bahasa, yaitu lebboni (bahasa Jawa) yang artinya diboehan atau dikafani, dan lebokna (bahasa Sunda) yang artinya dilebok atau dikurebeun kana taneuh, atau dikubur.
(Foto : shutterstock)
Pada masa-masa awal kemunculan lebon, kubu yang kalah akan langsung dikubur di arena pertarungan. Oleh sebab itu, kedua belah kubu yang akan bertarung telah menyiapkan kain kafan, pacul, dan sekop untuk menguburkan kubu yang kalah dalam pertarungan.
(Foto : kebudayaan.kemdikbud)
Lebon dikenal sebagai sebuah kesenian oleh masyarakat Pangandaran pada tahun 1950. Setelah itu, kesenian lebon dijadikan sebagai salah satu tradisi pertarungan jawara antar kampung serta sarana untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat.
(Foto :
jadesta.kemenparekraf)
Namun, seiring dengan perubahan zaman, Seni Lebon ini berubah menjadi pementasan seni reka dari adegan pertarungan Lebon sesungguhnya dengan dibuat alur cerita yang menarik agar tetap terlihat seperti aslinya.
Untuk menghindari cedera dalam “perkelahian” antar jawara, petarung perlu menggunakan pelindung di beberapa bagian tubuhnya.
Bagian tubuh yang dilindungi yaitu kepala menggunakan pelepah daun pinang yang dibungkus dengan kain.
Anggota badan lainnya yang dilindungi yaitu tangan sampai siku dan kaki terutama bagian betis menggunakan kulit hewan.
Sedangkan untuk “mengalahkan” lawan masing-masing petarung diberi sebuah alat pukul yang terbuat dari rotan.
(Foto : Youtube/Pesona Budaya Pangandaran)
Tradisi krobongan dilakukan sebagai bentuk terima kasih kepada Dewi Sri serta mengharapkan kelancaran dalam melakukan rangkaian pertanian.
Baca SelengkapnyaSemua warga tampak semringah mengarak gunungan ketupat keliling kampung
Baca SelengkapnyaRendang berbahan dasar daun talas ini merupakan makanan tradisional dari Suku Nias, Sumatra Utara.
Baca SelengkapnyaKonclong merupakan sebutan bagi permainan tradisional di Kampung Adat Dukuh, Garut Selatan.
Baca SelengkapnyaLebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal.
Baca SelengkapnyaPada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaMengmleng merupakan pementasan tradisional dengan menampikan hewan macan tiruan.
Baca SelengkapnyaRibuan masyarakat datang memenuhi pelabuhan demi merasakan sensasi naik perahu bersama-sama.
Baca SelengkapnyaSalah satu tarian tradisional asli masyarakat Suku Kerinci dari daerah Hamparan Rawang ini selalu menghadirkan penampilan yang membuat decak kagum.
Baca Selengkapnya