Dosen UGM Ini Buat Penelitian Terkait Pencemaran di Sungai Winongo dan Sungai Code, Begini Hasilnya
Kali Code memiliki potensi resistensi antibiotik di beberapa lokasi.
newsDosen UGM Ini Buat Penelitian Terkait Pencemaran di Sungai Winongo dan Sungai Code, Begini Hasilnya
Kali Code memiliki potensi resistensi antibiotik di beberapa lokasi.
Sungai Winongo dan Sungai Code merupakan dua sungai yang cukup populer di Kota Yogyakarta. Namun potensi pencemaran kedua sungai itu tinggi.
Hal inilah yang ditakuti Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Lintang Nur Fadlillah.
Bersama seorang peneliti asal Finlandia, ia meneliti potensi antibiotik Kali Code Yogyakarta dengan mengumpulkan 24 sampel air dan sedimen permukaan di sepanjang sungai.
- Ini Warna-warna yang Efektif Membuat Nyamuk Menjauh dari Kita
- Ciri-ciri Radang Tenggorokan dan Cara Mengatasinya secara Alami
- Risiko Penyakit menurut Golongan Darah, Mana yang Lebih Rentan?
- Mengenal Imunodefisiensi: Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya
- Beruntung Punya Teman Pintar, 7 Foto Nia Ramadhania Minta Bantuan Marshanda
- Pertamina Bebastugaskan dan Bakal Sanksi Arie Febriant yang Viral karena Parkir dan Meludah
Puluhan sampel yang diambil termasuk di sepanjang aliran sungai Merapi hingga muara pantai. Hasilnya Kali Code memiliki potensi resistensi antibiotik di beberapa lokasi.
Ia menjelaskan kandungan antibiotic di lingkungan Sungai Code terakumulasi dari banyak sumber mulai dari limbah rumah sakit, limbah kimia, dan limbah peternakan.
Selain itu ia juga melakukan penelitian di Sungai Winongo. Dalam penelitian itu, ia melihat kandungan logam tinggi di sungai tersebut.
“Kalau kita lihat sedimen di Sungai Winongo kandungan logamnya lebih tinggi di sekitar Kota Yogya. Kita mengambil sampel sampel di sedimen air sungai yang dekat dengan buangan bengkel,” kata Lintang.
Menurut Lintang, sungai dan danau memiliki sistem filtrasi alamiahnya sendiri. Pada kondisi normal, aliran akan memulihkan kualitas secara alami karena morfometri sungai, tetapi akumulasi logam pada sedimen, menyebabkan senyawa logam dan nutrien terikat pada sedimen, sehingga tidak dapat pulih secara alamiah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan adanya kandungan logam dan antibiotik di Kali Code dan Kali Winongo ini ditengarai akibat sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang masih lemah.
Sementara mayoritas limbah pada sungai di Yogyakarta tidak berasal dari pabrik atau industri besar, melainkan dari rumah tangga dan usaha domestik mikro dan menengah.
Lintang merekomendasikan agar pemerintah daerah turut memberikan perhatian serius pada pengelolaan IPAL di Kota Yogyakarta karena berperan penting dalam mengatasi masalah pencemaran air sungai.
Dia menambahkan pengawasan IPAL untuk industri makro, seperti pabrik dan perhotelan sudah memiliki ketentuan ketat, namun untuk skala mikro seperti limbah rumah tangga belum dilakukan secara maksimal.
“Tidak banyak desa atau kelurahan di Yogyakarta yang memiliki sistem IPAL, karena keterbatasan sumber daya dan perhatian masyarakat akan lingkungan yang masih minim,” ujar Lintang dikutip dari Ugm.ac.id.
Menurut Lintang, apabila sungai terus tercemar oleh logam berat dan residu antibiotik, dikhawatirkan bisa memunculkan risiko apabila dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam beberapa kasus, air tercemar juga menjadi penyebab munculnya kasus stunting pada anak-anak.
“Untuk itu, UGM turut berupaya dalam mendukung implementasi riset untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, salah satunya dengan memperhatikan kualitas air yang dikonsumsi,” papar Lintang.