Masjid 10 Lantai di Malang Berdiri Megah Tanpa Arsitek, Dibangun Malam Hari Didesain Seorang Kiai
Ada anggapan bahwa masjid ini tiba-tiba ada dan pembangunannya dibantu jin
Ada anggapan bahwa masjid ini tiba-tiba ada dan pembangunannya dibantu jin
Istilah Masjid Tiban konon diberikan oleh seorang sopir angkot yang nyletuk pada penumpangnya kalau ada Masjid Tukul (Tumbuh) dari bumi sekitar tahun 2000-an. Sejak saat itu, banyak rombongan datang ke masjid ini ingin mencari kepastian.
Saat itu ada pengunjung asal Gondanglegi dan Tumpang, Malang yang mengaku mendapat kabar dari seorang sopir kalau ada Masjid Tiban. Hingga kini, tidak pernah diketahui siapa sosok sopir yang menyebarkan cerita tersebut.
Masjid bernuansa biru ini sebenarnya adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri'asali Fadlaailir Rahmah. Lokasinya di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur Nomor 10, RT 07/RW 06 Desa Sananrejo, Turen, Kabupaten Malang. Sekitar 40 kilometer dari pusat kota Malang.
Pondok ini didirikan oleh almarhum KH Hadratus Syeikh Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam atau yang akrab disapa Romo Ahmad.
(Foto: Google Maps IkaRini)
Romo Ahmad mulai merencanakan pembangunan pondok sejak tahun 1963, namun izinnya baru keluar pada 1978. Pembangunan baru dilakukan mulai tahun 1987.
(Foto: Google Maps Riza Yunan)
Mengutip Instagram @jatimpemprov, akses jalan yang sulit dan hanya satu arah menjadi alasan proses pembangunan masjid dilakukan pada malam hari. Tujuannya agar tidak menggangu mobiltas warga sekitar.
Atas dasar inilah, warga menyebut masjid ini tiba-tiba ada karena mereka tidak menyaksikan langsung proses pembangunannya.
Menariknya, masjid 10 lantai dengan banyak fungsi ini sama sekali tidak menggunakan jasa arsitek. Desain pembangunannya diarahkan langsung oleh Romo Ahmad, pemilik pondok pesantren.
Romo Ahmad mengaku mendapatkan petunjuk pembangunan masjid ini saat salat istikarah.
Masjid Tiban terdiri dari 10 lantai yang difungsikan sesuai kebutuhan pondok pesantren. Lantai 1 hingga lantai 4 digunakan untuk beribadah serta kegiatan harian para santri.
(Foto: Google Maps naning fauziah)
Lantai 5 dan lantai 6 digunakan untuk ruang keluarga. Kemudian, lantai 7 dan lantai 8 digunakan sebagai pertokoan yang menjual kebutuhan harian para santri.
(Foto: Google Maps aditya marta kasih)
Lantai 9 didesain sebagai lereng gunung masjid. Lantai 10 merupakan puncak dari gunung sekaligus sebagai rooftop.
(Foto: Google Maps Sofya MC)
Masjid ini memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Palembang pada segi arsitektur.
Baca SelengkapnyaPembangunan masjid ini bertujuan untuk mengingat kematian, usai banyak anggota keluarganya yang wafat.
Baca SelengkapnyaPendiri masjid ini berpesan bahwa merusak masjid adalah hal tabu.
Baca SelengkapnyaKeindahan arsitekturnya konon terinspirasi gaya klasik abad ke-18.
Baca SelengkapnyaMasjid Kedung Menjangan juga dikenal sebagai masjid merah, selalui Masjid Sang Cipta Rasa yang sudah lebih dulu ada.
Baca SelengkapnyaBangunan yang hampir seluruh bagiannya menggunakan kayu itu menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam di Sumbar yang berlangsung sejak ratusan tahun.
Baca SelengkapnyaSebelum membangun masjid, para tukang harus dalam keadaan suci
Baca SelengkapnyaMasjid ini jadi bukti rasa cinta terhadap Ibu Tien Soeharto
Baca SelengkapnyaDesa ini sayang untuk dilewatkan mengingat akses ke sana cukup mudah dengan jalan yang mulus.
Baca Selengkapnya