MK Tak Menerima Gugatan UU KPK yang Diajukan Mahasiswa Karena Salah Nomor
Merdeka.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima uji materi terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ucap Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di ruang persidangan MK, Jakarta, Kamis (28/11).
Salah Objek
Adapun menurut dia, alasan tidak diterima karena pemohon salah objek. Sehingga permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
"Permohonan para pemohon mengenai pengujian adalah salah objek. Error in objecto. Permohonan pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," jelas Anwar.
Salah Nomor
Menurut Anggota Majelis Hakim Enny Nurbaningsih, keputusan itu diambil, saat menerima salinan perbaikan dari pemohon 14 Oktober 2019 usai melaksanakan sidang pendahuluan.
Dari salinan perbaikan tersebut, Pemohon menuliskan UU yang diuji materi adalah UU Nomor 16 tahun 2019, bukan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Bahwa setelah Mahkamah membaca dengan seksama perbaikan permohonan para pemohon tersebut, bahwa ternyata bahwa UU Nomor 16 tahun 2019 yang disebutkan dalam Posita dan Petitumnya sebagai UU perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, adalah tidak benar," jelas Enny.
Menurut dia, UU Nomor 16 tahun 2019 adalah UU tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Merupakan permohonan yang salah obyek atau Error in objecto," pungkasnya.
18 Mahasiswa
Sebelumnya, uji materi dengan nomor perkara 57/PUU-XVII-2019, diajukan oleh 18 mahasiswa dari berbagai universitas.
Kuasa pemohon merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Dalam gugatan materinya, para penggugat menyoalkan syarat pimpinan KPK yang diatur dalam Pasal 29 UU KPK.
Sejumlah syarat itu mengatur pimpinan KPK tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi yang baik, dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi pimpinan KPK.
Zico menilai, pasal tersebut tidak mengatur mekanisme sanksi atau upaya hukum apabila pasal 29 itu dilanggar. Sehingga ada kekosongan norma. Hal itu menyoroti Irjen Firly Bahuri yang menjadi Ketua KPK periode 2019-2023 yang disebut-sebut bermasalah.
Kemudian dari uji formil, para penggugat mempermasalahkan rapat pengesahan UU KPK yang baru pada 17 September 2019 di paripurna DPR yang hanya dihadiri 80 anggota DPR. "Berdasarkan hitung manual, rapat paripurna hanya dihadiri 80 anggota DPR saat dibuka," kata Zico.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketiga orang ini dipilih secara aklamasi oleh seluruh hakim konstitusi.
Baca SelengkapnyaKPU mempersiapkan diri dalam menghadapi perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaMahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Palguna mengatakan, berkaitan dengan jabatan Hakim Arief di GMNI, yang bersangkutan telah meminta izin terlebih dulu ke Dewan Etik.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) resmi membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK) secara permanen setelah sebelumnya dua kali dibentuk secara ad hoc.
Baca SelengkapnyaHakim MK saat ini dinilai belum bisa dibilang aman dari cengkraman nepotisme atau dinasti politik.
Baca SelengkapnyaGolkar menilai dalil permohonan Partai NasDem yang menyatakan suaranya berkurang sebanyak 494 suara pada 60 TPS adalah mengada-ada.
Baca SelengkapnyaCapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo menyambangi kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri seusai Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pihaknya
Baca SelengkapnyaMeski demikian dari informasi yang dihimpun jika inisial Jaksa KPK itu adalah TI yang diduga memeras saksi dalam sebuah kasus sebesar Rp 3 miliar.
Baca Selengkapnya