DPR akan Kaji Usulan Mendagri Tito Karnavian Soal Pilkada Asimetris
Merdeka.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun mengusulkan untuk mengubah sistem pilkada menjadi asimetris. Menanggapi itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menilai sah-sah saja ada usulan semacam itu. Namun, dia menegaskan Komisi II akan mengkaji usulan itu terlebih dahulu.
"Jadi biarkan aja itu menjadi wacana nanti kita kaji," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11).
Doli menjelaskan, biasanya asimetris hanya dilakukan untuk otonomi daerah. Karena itu, usul Mendagri masih harus dikaji lebih dalam.
"Soal asimetris itu juga itu secara konsepsional juga harus didudukkan dengan tepat. Biasanya soal asimetris itu soal-soal otonomi daerah buka soal pemilihan kepala daerahnya," ungkapnya.
Kaji Wacana Pilkada Asimetris
Dia melanjutkan, konsep asimetris harus didiskusikan terlebih dahulu. Sebab, masih harus dicari konsep yang sesuai untuk pilkada.
"Jadi kalaupun kita sepakat sekali lagi. Konsep atau teori asimetris itu dipergunakan dalam konteks kepilkadaan itu harus dicari dulu basisnya apa," ungkapnya.
"Nah jadi, tapi menurut saya bagus saja. Jadi biarkanlah masyarakat siapapun sekarang menyampaikan wacana dua tentang adanya perubahan atau penyempurnaan terhadap soal kepemiluan ini," sambungnya.
Ingin Sempurnakan Konsep Pilkada
Kendati demikian, Doli menegaskan pihaknya masih ingin mengkaji semua opsi sehingga bisa menyempurnakan pelaksanaan pemilu selanjutnya.
"Ekses itu bagaimana kita mengkoreksinya dan kemudian memberikan opsi-opsi yang tadi beberapa itu untuk melakukan penyempurnaan tentang pelaksanaan sistem pemilu kita kedepan," ucapnya.
Ide Pilkada Asimetris Dilempar Tito
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengusulkan evaluasi Pilkada langsung dengan sistem asimetris. Pilkada langsung dilihat dari indeks demokrasi di daerah yang hendak melakukan pemilu.
Tito mengatakan, kalau dalam evaluasi Pilkada itu ditemukan pemilihan langsung banyak negatifnya, sistem bisa diubah. Salah satunya sistem asimetris itu.
Sistem itu jika diterapkan maka ada dua sistem pemilihan kepala daerah yang akan dipakai. Sistem secara langsung akan digunakan untuk daerah dengan tingkat kedewasaan demokrasi tinggi. Artinya, daerah potensi praktik jual beli suara rendah. Misal di perkotaan.
Aspek budaya, administrasi dan lainnya tentu juga menjadi pertimbangan layak tidaknya daerah itu menggelar pilkada langsung.
Sementara, pemilihan tak langsung, menurut Tito bisa diterapkan di daerah yang tingkat kedewasaan demokrasi rendah. Artinya, daerah di mana kepala daerah terpilih karena memberikan uang atau barang kepada pemilih. Hal ini demi menghindari money politics, atau pilkada berbiaya besar.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mendagri Tito Karnavian menegaskan Gubernur DKJ dipilih langsung oleh rakyat bukan ditunjuk Presiden.
Baca SelengkapnyaMenteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, membeberkan urgensi pembentukan Dewan Aglomerasi yang meliputi Jakarta dan kota sekitarnya.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Kapolri Jenderal Sigit mengatakan sosok presiden selanjutnya mampu meneruskan estafet kepemimpinan ke depan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ada satu sosok polisi militer di tengah-tengah pelantikan Bintara TNI AD.
Baca SelengkapnyaIsinya soal mandat bagi sang Bripda untuk menjaga orangtua.
Baca SelengkapnyaHasto justru menyindir soal konstitusi dan demokrasi yang dirampas.
Baca SelengkapnyaSurpres tersebut akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku di DPR RI.
Baca SelengkapnyaRambut gondrong dan kumis tebal. Sekilas, mungkin tak ada yang percaya profesi dari pria ini adalah polisi.
Baca SelengkapnyaPolisi menggandeng sejumlah pihak agar Pemilu berjalan aman dan damai
Baca Selengkapnya