Mencicipi Putu Piring, Makanan Khas Melayu Riau yang Terbuat dari Tepung Beras dan Rempah-Rempah
Makanan tradisional khas Kepulauan Riau ini selalu diburu penggemarnya sebagai sajian berbuka puasa.
Makanan tradisional khas Kepulauan Riau ini selalu diburu penggemarnya sebagai sajian berbuka puasa.
Bulan Ramadan menjadi momen spesial bagi masyarakat Muslim, karena mereka bisa berburu makanan untuk berbuka puasa atau biasa disebut takjil. Di Kepulauan Riau, terdapat salah satu olahan kue yang unik dan lezat bernama kue putu piring.
Putu Piring ini memiliki ciri khas yakni berwarna kuning dan berbentuk segitiga. Secara kasat mata, kue ini mirip seperti dorayaki sehingga ada tercetus istilah 'Dorayaki Melayu'.
(Foto: Liputan6.com)
Kue putu piring ini tak hanya populer di Kepulauan Riau saja, melainkan juga tersebar dan banyak dicari di Pontianak, Malaysia, dan Singapura. Perbedaannya hanya terletak di warna Putu Piring yang kebanyakan berwarna putih.
Lantas, seperti apa kelezatan dari putu piring khas Melayu Riau? Simak ulasan informasinya yang dirangkum merdeka.com dari beberapa sumber berikut ini.
Mengutip Liputan6.com, bahan dasar dari putu piring adalah tepung beras ketan atau pulut yang berwarna kuning dan dominan dengan aroma rempah.
Selain beras ketan, putu piring juga mengandung rempah-rempah khusus, seperti halba, bunga lawang, dan halia. Yang menjadi pembeda dengan kue putu lain di Indonesia adalah penggunaan rempah tersebut.
Warna kuning yang menjadi ciri khas putu piring ini berasal dari kunyit yang digiling bersama dengan beras hingga menjadi tepung. Untuk proses ini bisa memakan waktu kurang lebih satu hari.
(Foto: Pixabay)
Proses pembuatan putu piring ini relatif mudah dan seluruh bahannya bisa ditemukan di pasar tradisional. Setelah menjadi adonan, kukus dengan penyaring kain putih dan menggunakan piring kecil dari aluminium berbentuk kerucut.
Makanan ini dapat dijumpai di pasar tradisional dan jika dalam momen Ramadan, putu piring sudah menjadi incaran masyarakat sebagai makanan pendamping bersama teh hangat.
Apabila di hari biasa, putu piring kerap menjadi menu sarapan warga setempat. Tak perlu khawatir, pedagangnya pun terkadang menjual kue ini dari pagi sampai menjelang malam hari.
Warna kuning pada putu piring bukan hanya mempercantik sajiannya saja, melainkan juga terdapat makna yang cukup mendalam. Arti warna kuning itu adalah simbol kebesaran Melayu.
Kemudian, bentuknya yang mengerucut seperti segitiga itu diartikan sebagai simbol segala sesuatu soal kehidupan harus fokus ke satu titik. Selain itu, penggunaan rempah-rempah untuk obat. Tak heran jika setiap sajian makanan Melayu selalu ada rempah.
Rendang berbahan dasar daun talas ini merupakan makanan tradisional dari Suku Nias, Sumatra Utara.
Baca SelengkapnyaKuliner khas Pulau Meranti ini tak lepas dari ciri khas wilayahnya yang terkenal akan produksi Sagu yang begitu melimpah.
Baca SelengkapnyaDi Kudus, penjual intip ketan sudah jarang ditemui. Bisa dibilang makanan tradisional ini kini sangat langka.
Baca SelengkapnyaWilayah pesisir Kota Pariaman begitu kaya dengan sajian olahan kuliner berbagan dasar hasil laut.
Baca SelengkapnyaTak melulu daging sapi, olahan rendang juga kerap menggunakan hasil laut seperti Lokan atau kerang besar favorit masyarakat Pesisir Minangkabau.
Baca SelengkapnyaMakanan atau kudapan khas Sumatra Barat ini menggunakan bahan utama pisang dan tepung beras yang dipadukan dengan gula merah.
Baca SelengkapnyaUbi merupakan salah satu sumber makanan pengganti nasi yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh masyarakat Nias.
Baca SelengkapnyaMenjes umumnya digoreng dengan tepung dan dimakan dengan cabai rawit.
Baca SelengkapnyaSalah satu kuliner khas Aceh ini mirip seperti olahan gulai, dimasak dari bahan dasar ampas sisa minyak kelapa tua yang telah melalui proses pemerasan.
Baca Selengkapnya