Kisah Desa di Pesisir Karawang Hampir Hilang Ditelan Abrasi, Warga Pilih Tetap Bertahan
Jalan setapak, bangunan sekolah sampai lapangan bola kini berubah menjadi lautan.
Foto: Arny Christika Putri/Merdeka.com
Jalan setapak, bangunan sekolah sampai lapangan bola kini berubah menjadi lautan.
Foto: Arny Christika Putri/Merdeka.com
Jalanan beton tampak patah terkikis ombak. Rumah-rumah tinggal milik warga juga ambruk, termasuk sekolah, tempat ibadah, dan lapangan bola. Semuanya kini telah menjadi lautan.
Suasana permukiman yang beberapa tahun lalu tenteram kini mencekam karena naiknya permukaan air laut utara Jawa Barat yang kian parah.
“Saya sudah pakai seratus karung lebih buat nutup air supaya jangan naik. Tapi tetap saja, karungnya nggak kuat dan pasirnya habis,” terang salah satu warga Cemarajaya, Ella Setiaputri beberapa waktu lalu, mengutip YouTube Liputan6 SCTV, Kamis (1/2).
Jika diamati, kondisi desa sudah tidak dilayak dihuni. Jalan setapak misalnya, kini sudah tertutup air pasang dan berubah menjadi lautan.
Kemudian jalan utama sudah dua kali ambles dan dilakukan pengecoran, namun selalu turun hingga sebagiannya retak dan hancur direndam air laut.
Hanya ada sedikit warga yang masih bertahan karena berbagai kondisi yang belum bisa membantunya untuk pindah.
“Mau pindah juga kita nggak punya lahan, sedangkan modal juga dari bank emok (rentenir), jadi mau tidak mau harus bertahan,” terangnya.
Warga lainnya, Ermin Bin Wangi, merasakan betul dampak buruk dari munculnya abrasi laut utara Jawa Barat ini. Ia sebelumnya menggantungkan hidup dari merajut jala dan menjual makanan kecil-kecilan.
Semenjak air mengepung kampung di sana, usahanya lumpuh. Permintaan rajutan sudah tak sesering dulu, dan parahnya lokasi tempat ia menggantungkan hidup kini berubah menjadi lautan lepas.
“Ya tidak ada pekerjaan lagi. Tadinya mah mau ngewarung (buka warung) tapi jadinya jalannya itu hancur, jadinya terpaksa saya tutup,” ucapnya.
Air bah juga menelan sebagian area permakaman umum warga, serta beberapa fasilitas seperti sekolah dan rumah ibadah.
Tak hanya masjid, Vihara Buddha yang ada juga hampir tenggelam. Chamrad selaku pengelola vihara hanya bisa membuat tanggul ala kadarnya sembari berharap air laut tidak makin naik.
“Ya kalau dihitung-hitung jutaan rupiah mah abis. Karung-karung pasirnya cepat rusak kena ombak, saya sekali betulkan saja harus keluar Rp300 ribu sampai Rp400 ribu,” kata Chamrad.
Salah satu masjid yang terancam tenggelam di Cemarajaya Karawang.
Meningkatnya abrasi membuat daratan di desa tersebut mulai habis. Tak ada pilihan dari warga selain meninggikan jalan yang tersisa.
Mereka memanfaatkan karung-karung besar berisi pasir untuk dijadikan jalan, tempat tinggal dan tanggul sederhana.
Dari keterangan warga, hilangnya daratan dan jalanan beton di sana sudah mulai terjadi sejak 3 tahun terakhir.
Ganasnya pasang laut utara Jawa rupanya sudah terindikasi parah sejak 2021 lalu. Kala itu kawasan perkampungan yang paling dekat dengan garis pantai mulai hilang.
Bahkan menurut Rudi Candia, kepala desa setempat, sekitar 1 kilometer lahan di Cemarajaya sudah hilang menjadi lautan lepas. Sejak itu juga, lebih dari dua per tiga penduduknya memilih mengungsi.
“Sampai saat ini yang terdampak itu sebanyak 470 rumah, dan 164 rumah sekarang sudah direlokasi,” kata Rudi
Tak banyak yang bisa dilakukan pemerintah desa mengingat terbatasnya anggaran untuk mengatasi banjir laut dan abrasi.
Saat ini yang paling memungkinkan dilakukan adalah dengan memasang tanggul batu dan tiang pancang kayu serta tembok di pinggir laut untuk memecah agar air tidak semakin banyak masuk.
“Karena anggaran dari pemerintah desa memang terbatas,” tambahnya
Sebelumnya pemerintah setempat juga sudah berupaya membangun permukiman khusus bagi warga yang terdampak.
Dan sekarang sudah ada 299 keluarga yang menempati rumah bantuan hibah tersebut.
Terdapat banyak faktor yang membuat kawasan pesisir utara Jawa Barat, termasuk di Cemarajaya hampir tenggelam.
Faktor-faktor tersebut di antaranya karena ada ketidakseimbangan antara volume air dengan dangkalnya pantai, lalu seringnya terjadi pasang surut karena pengaruh alamiah. Ini tidak terlepas dari adanya ancaman perubahan iklim yang saat ini mulai terjadi.
“Kondisi ini karena permukaan pantainya landai, sedangkan lautnya dangkal. Lalu karakter laut juga sering mengalami pasang surut, bahkan sehari sampai dua kali,” kata dia.
Struktur beton sendiri dianggap tidak cocok bagi pesisir karena dimungkinkan terjadi penurunan tanah. Solusi ramah lingkungan pun sebaiknya dipilih, seperti membangun struktur restorasi terumbu tiram dan pembuatan pantai.
Desa Cemarajaya mendadi daerah yang terdampak langsung kondisi perubahan iklim yang saat ini terjadi.
Menurut laporan Intergovermental Panel On Climate Change yang terbit pada 2022, secara mengejutkan sebanyak 143 juta orang terancam tersingkir pada 30 tahun mendatang.
Ini disebabkan naiknya permukaan air laut, kekeringan, peningkatan suhu matahari dan bencana iklim.
Setiap hari anak-anak di kampung ini harus bertaruh nyawa untuk menuju sekolah menggunakan rakit, lantaran tak ada akses jembatan.
Baca SelengkapnyaMayoritas warga di sana merupakan petani yang menggarap lahan tadah hujan. Kalau musim kemarau lahan itu dibiarkan kosong.
Baca SelengkapnyaKonon Desa Kedung Glatik sudah berdiri sejak abad ke-15
Baca SelengkapnyaSaat musim hujan tiba, kampung itu benar-benar terisolir karena jalan ke sana terhalang aliran air sungai yang deras
Baca SelengkapnyaPada masa Perang Kemerdekaan, sekolah ini digunakan sebagai markas para pemuda pejuang.
Baca SelengkapnyaKudapan dari Pariaman ini terbuat dari kacang tanah yang dicampur dengan gula aren dan kerap dijadikan oleh-oleh.
Baca SelengkapnyaKampung ini memiliki nuansa bersejarah yang kental.
Baca SelengkapnyaTanggung jawab itu dipikul Iki setelah ibunya sakit lalu meninggal dan ayahnya minggat dua tahun lalu.
Baca SelengkapnyaSeorang warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Takalar, Yoran Pahabol meninggal dunia di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi Makassar, Kamis (21
Baca Selengkapnya