Mengenal Tari Selapanan, Kesenian Tradisional dari Keratuan Darah Putih Asal Provinsi Lampung
Kesenian tradisional dari Provinsi Lampung ini biasanya dibawakan ketika acara-acara besar di Keratuan Darah Putih.
Kesenian tradisional dari Provinsi Lampung ini biasanya dibawakan ketika acara-acara besar di Keratuan Darah Putih.
Provinsi Lampung memiliki ragam seni dan budaya yang menarik untuk diulas lebih dalam. Salah satu seni dan budaya dalam bidang tari bernama Tari Selapanan.
Tari Selapanan sampai saat ini masih jarang diketahui, terutama masyarakat Lampung itu sendiri. Meski demikian, tarian ini harus tetap dilestarikan dan dijaga keberadaannya di tengah gempuran teknologi yang serba modern.
Mengutip berbagai sumber, Tari Selapanan sudah mulai muncul dan populer pada masa kejayaan pemerintahan adat istiadat Keratuan Darah Putih pada abad ke-16 di Desa Kahuripan Saka/Negara Ratu.
Sejak saat itulah banyak ragam jenis tarian yang berkembang di lapisan masyarakat Lampung, kemudian sempat berkurang ketika masa penjajahan tiba.
Banyak dari ragam jenis tarian yang berkembang sebagai pelengkap acara adat yang diadakan langung oleh Keratuan Darah Putih.
Tari Selapanan biasa ditarikan minimal 30 tahun sekali karena tarian ini hanya untuk pernikahan keturunan laki-laki pertama dari pihak keratuan dan juga acara-acara besar di Keratuan Darah Putih, contohnya saat pengangkatan gelar "Pahlawan Radin Intan II" tahun 1987.
Tarian ini sayangnya masih jarang diketahui oleh masyarakat Lampung itu sendiri. Hal ini dikarenakan tarian ini biasa dibawakan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Biasanya, tarian ini dibawakan oleh Muli Mekhanai, perwakilan dari penyimbang adat yang ada di Keratuan Darah Putih secara bergantian. Bahkan, kostum yang digunakan masih kental dengan Keratuan Darah Putih.
Mengutip warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Tari Selapanan dibawakan oleh 4 penari, 2 penari pria dan 2 penari perempuan. Biasanya tarian ini akan muncul ketika acara Ruwah atau Syukuran tepat sehari sebelum berakhirnya acara.
Pada pelaksanaannya, penari pria berusaha untuk menjatuhkan Kikat, yaitu gerak samber yang berguna untuk menunjukkan kebolehan masing-masing. Apabila Kikat milik salah satu penari pria itu jatuh, maka tarian dihentikan dan dilanjutkan dengan pasangan penari lainnya.
Bagi penari perempuan, aksesoris yang digunakan saat pelaksanaan Tari Selapanan menggunakan kipas.
Meski tarian ini popularitasnya sangat rendah, tetapi Tari Selapanan sudah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2019 lalu.
Salah satu kesenian berasal dari Lampung Barat ini menjadi simbol suatu kehormatan dan kebesaran yang dipertunjukkan pada upacara ritual yang sakral.
Baca SelengkapnyaSalah satu tarian tradisional asli masyarakat Suku Kerinci dari daerah Hamparan Rawang ini selalu menghadirkan penampilan yang membuat decak kagum.
Baca SelengkapnyaSelain sebagai hiburan, menyaksikan keseruan kerbau beradu kecepatan, kultur ini juga sebagai simbol rasa syukur dan doa para petani,
Baca SelengkapnyaTopeng-topeng ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten ketika menguasai wilayah Sumatra.
Baca SelengkapnyaKetika seseorang telah pergi untuk selamanya, bagi kelompok Suku Batak Toba orang tersebut layak untuk mendapatkan penghormatan.
Baca SelengkapnyaTari Likok Pulo menjadi tari tradisional satu-satunya yang dimiliki masyarakat Pulo Aceh.
Baca SelengkapnyaDahulu, tarian ini hanya dimainkan oleh kalangan tertentu. Namun kini tarian ini boleh dimainkan oleh masyarakat yang tinggal di luar keraton
Baca SelengkapnyaTulak Bala, tradisi menolak bala dari bencana maupun wabah khas masyarakat pesisir Pantai Barat Aceh.
Baca SelengkapnyaAcara Damar Sewu tak bisa dipisahkan dari kearifan lokal masyarakat Kuningan yang sarat makna
Baca Selengkapnya